Oleh: Mukhlis,S.Pd.,M.Pd.
Menulis bagi sebagian orang dianggap sebagai kegiatan yang menyiksa diri, bayangkan saja bagi penulis yang sudah dianggap profesional. Untuk menulis satu artikel yang  berisi 2000 kata -kata harus menghabiskan waktu selama 2 jam. Ini sebuah pekerjaan yang sia -sia kata sebagian orang.Â
Duduk terpaku di depan labtop dan bermain -main dengan calibri membuat hati menjadi tenang. Itu pemahaman bagi yang menganggap menulis itu sebuah kebutuhan.Lalu , kenapa menulis itu dianggap sebuah kebutuhan bagi orang yang  terlanjur diculik oleh ujung jari untuk selalu mengetik  gagasan secara teratur dan menarik.Â
Namun hal ini  berbanding terbalik dengan orang -orang yang tidak sanggup menulis. Bagi mereka, menulis adalah sesuatu yang sangat sukar dilakukan. Kadang- kadang untuk menulis satu paragraf saja, mereka terengah-engah.
Penulis yang sudah biasa menulis dalam kalimat -kalimat panjang, kemudian kalimat tersebut disusun jadi paragraf yang padu hingga berujung pada sebuah gagasan  menarik dan dibaca oleh orang lain. Itu sesuatu yang luar biasa.
 Misalnya,  baru satu jam yang lalu penulis sudah menyiapkan satu tulisan dengan menyita waktu selama tiga jam lebih. Penulis merasa lega dan bangga, artinya segala uneg -uneg sudah dilepaskan dalam bentuk tulisan.
Tulisan yang sudah diedit sedemikian rupa kemudian diposting di Media Kompasiana, Tentunya ada kebanggaan, Â ketika tulisan tersebut dibaca banyak orang. Apalagi tulisan tersebut mendapat level "Pilihan"
Alangkah terkejutnya penulis ketika mau membalas komentar para Kompasianer yang sudah bertandang di tulisan tersebut, ternyata tulisan tersebut sudah terhapus. Awal mula penulis berpikir tulisan tersebut dihapus oleh admin Kompasiana, lalu penulis menunggu notifikasi, kenapa tulisan tersebut dihapus, apakah terjadi plagiat atau lainnya?
Setelah penulis menganalisis apa yang terjadi sebenarnya, kenapa tulisan itu terhapus, baru sadar bahwa ketika penulis melakukan sedikit pengeditan di menu Kompasiana, ternyata  tidak sengaja terhapus.Â
Sadar hal tersebut, penulis mengurut dada, merasa kecewa dan trauma. Bisa dibayangkan tulisan yang disiapkan selama tiga jam dengan judul yang sangat menarik tiba- tiba terhapus. Ini pengalaman yang tidak mengenakkan selama jadi penulis  di Kompasina.