Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengapa Materi Esai Begitu Menakutkan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia?

2 Januari 2024   18:33 Diperbarui: 2 Januari 2024   18:44 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum Tahun 2013 pada semester II terdapat materi menulis esai. Sudah dipahami bersama, apabila kurikulum telah menempatkan materi tersebut sebagai konsep yang perlu dipelajari oleh peserta didik, maka akan ada sebuah produk yang diharapkan oleh kurikulum.

 Sikap pengetahuan tentang esai diwujudkan dalam pemahaman konsep - konsep esai sedangkan ketrampilan yang diharapkan adalah siswa mampu menulis esai dalam berbagai ragam, baik ragam ilmiah maupun ragam sastra. 

Namun ada lagi pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari uraian tentang esai tersebut , mengapa tulisan jenis esai ini dianggap materi yang paling sukar disajikan oleh guru Bahasa Indonesia ? 

Sekilas memang  terlihat biasa saja, namun pada zaman sekarang ini , semua gagasan yang ingin  ditampilkan oleh setiap orang harus dalam bentuk esai. Hemat penulis ini  adalah zaman esai, maka sangat pantas apabila penulis menguraikan kenapa esai dirasakan penting untuk dicarikan solusi . Sehingga masalah yang ditakutkan oleh guru mengajar Bahasa Indonesia dapat diatasi.

Pada pembahasan berikutnya,   penulis tidak akan membahas tentang bentuk, ciri dan fungsi serta teknik penulisan esai. Hal ini  perlu ditegaskan agar tidak terjadi penyimpanan pemahaman pembaca terhadap tulisan ini.

Kurangnya Pengalaman Guru dalam Menulis 

Subtopik dari tulisan ini sangat menarik untuk dibahas. Untuk membuka wawasan pembaca serta memudahkan alur pikir penulis dalam mencapai satu titik kesepahaman. Penulis ingin menganalogikan hal ini dengan ilustrasi berikut.  

Hampir setiap tahun sebuah stasiun televisi swasta yang ada di tanah air selalu mencari bibit-bibit  terbaru di bidang musik dangdut. Mereka didampingi oleh artis -artis terkenal. Mereka keluar masuk dari satu kota ke kota  lain untuk melakukan audisi tentang penyanyi dangdut. Audisi bertujuan  mendapatkan penyanyi yang berkualitas untuk dibawa pada taraf nasional.

Ada sesuatu yang menarik dari audisi yang dilakukan oleh para artis tersebut. Mereka rata- rata ketika melakukan audisi mempunyai keterampilan menyanyi yang luar biasa tentang teknik dan konsep bernyanyi . Mereka  profesional dan mumpuni serta di kenal oleh semua kalangan. 

Ketika ada para audiens yang salah lirik ataupun salah cengkok menyanyi , mereka tampil prima untuk memperbaiki hal tersebut. Artinya, pengetahuan tentang ilmu dangdut dipahami secara baik oleh mereka yang ditunjuk sebagai juri.

Ilustrasi di atas akan berbanding terbalik, jika dikaitkan dengan  penulisan esai yang diajarkan di sekolah. Hampir rata- rata guru yang mengajar esai pada tingkat sekolah , mereka tidak bisa menulis dan bahkan tidak pernah menulis  esai. Lalu, apakah setiap guru harus dianggap esais terlebih dahulu baru boleh mengajar temtang materi esai? Jawabannya tidak juga demikian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun