Politik Panjat PinangÂ
Mencermati  rasa kurang percaya terhadap partai Lokal dan partai lain yang baru muncul. Para pemimpin gerakan Aceh merdeka mulai mengatur siasat baru untuk merebut perhatian masyarakat pada pemilu selanjutnya. Kurangnya Sumberdaya manusia yang dimiliki oleh partai lokal tersebut terutama pada lini pemerintahan membuat partai tersebut melaksanakan Politik Panjat Pinang.Â
Politik ini menggambarkan sebuah kondisi  panjat pinang pada perayaan 17 Agustus  hari Kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks tersebut, semua orang ingin memanjat sendiri pohon pinang tersebut dengan mengharapkan  hadiah yang  yang digantungkan di atas.Â
Namun sayang, pohon pinang yang sudah dilumuri dengan oli sebagai pelicin  membuat niat ingin menguasai sendiri  pohon pinang tersebut jadi gagal. Dari peristiwa tersebut, muncullah  niat untuk melakukan kolaborasi sesama pemanjat pinang lainnya.  Kolaborasi yang muncul ini  diharapkan adanya kerjasama antara sesama pemanjat pinang lainnya untuk mendapatkan hadiah.Â
Dalam kolaborasi tersebut munculah satu orang yang layak dipandang untuk mengambil posisi di atas hingga hadiah yang akan di ambil. Anehnya orang yang dipercaya untuk mengambil hadiah, ternyata hadiah hadiah dalam bentuk amplop dimasukkan  dalam sakunya sendiri. Sementara yang lain menggunakan bahu dan badan sebagai penopang atau penyangga di bawa hanya mendapati hadiah dalam kemasan besar tapi tidak berbobot.Â
Ketika krisis kepercayaan mulai pudar terhadap partail okal, maka muncullah kaum oportunis atau kaum yang memanfaatkan peluang. Mereka  berasal dari partai lokal  itu sendiri  yang telah memenangkan pemilu. Namun dalam hal ini  mereka menggunakan nama besar partai, logo,  dan tokoh-tokoh partai untuk kepentingan pribadi. Hal ini tampak ada sejumlah orang yang mnguggnakan nama besar paertai ini untuk mencalonlan diri sebagai anggota legilatif tingkat provisi.  Selain itu, mereka juga menggunakan kendaraan ini untuk melenggang ke senayan pada pemilu Tahun 2024
Simpulan:Â
Apabila hal di atas tidak diperhatikan oleh pengurus partai lokal yang ada di Aceh. Dapat dipastilkan  bahwa suara partai tersebut terus digerus oleh partai -partai nasional yang semakin-hari semakin gesit mempengaruhi konstituen di Aceh.  Bagi partai lokal ini adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi  dan berpikir bagaimana bertindak dan bersikap  terhadap  makin derasnya  alur ketidakpercayaan   masyarakat  kepada partai lokal. Jika hal ini tidak diperhatikan, dipastikan pada pemilu Tahun 2024 partai lokal yang ada di Aceh akan ditinggalkan oleh  masyarakat sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H