Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
26 Desember 2004 adalah hari bersejarah bagi dunia dan secara khusus provinsi Aceh. Hari itu adalah tepatnya Minggu pagi pukul 8. 05 Wib  Bumi Serambi Mekah negeri para ambia diguncang gempa tektonik  dengan kekuatan 8, 5 Skala Richter..Bumi berguncang begitu hebat selama belasan menit. Orang- orang tiarap menghindar dari reruntuhan.Â
Bumi bergetar begitu hebat, sesekali diiringi dentuman yang begitu kuat. Orang -orang mengusung ketakutan berceloteh dalam hati " Mengapa dalam kondisi seperti ini pihak - pihak yang sedang bertikai masih melakukan serangan? " Maklum saja pada dekade tersebut perseteruan antar pihak Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM) sedang berada di puncak konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun.Â
Setelah gempa berhenti,orang - orang bingung dilanda resah, semua ingin mengetahui bagaimana kondisi sanak saudara, tetangga, anak kemenakan apakah selamat dari bencana besar tersebut?  Di tengah kebingungan yang melanda warga masyarakat, tiba - tiba laut muntah darah. Air bah muncul dari samudera dengan ketinggian puluhan meter menghantam daratan. Ombak raksasa mengusung keranda kematian menghantam siapa saja yang ada termasuk rumah, gedung, kantor dan lain lain  semua dilahap.
Aceh dalam bencana, pemerintah menaikkan status sebagai bencana nasional. Korban jiwa mencapai dua ratus ribu lebih. Dalam sekejap berita menyebar ke seluruh jagad. Bantuan internasional berdatangan dengan bala bantuan . Tokoh- tokoh dunia pulang pergi bergantian mengucapkan belasungkawa.Â
Perseteruan RI dan GAM ternyata hanya mampu diredam oleh bencana banjir terbesar ke dua di dunia Setelah banjir pada masa Nabi Nuh. Alai Salam. Agar bantuan kemanusiaan bisa disalurkan dalam keadaan kondusif, maka kedua pihak bersepakat untuk melakukan upaya gencatan senjata dan menempuh  jalur perdamaian. Dengan berbagai upaya melalui mediasi  Yayasan Perdamaian Dunia Hendry Dunant Center dibawah pimpinan Martti Arthissaari , Lahirlah perjanjian damai di  Helsinki  Norwegia.Â
Perjanjian tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dituangkan dalam  Undang -Undang Pemerintahan Aceh ( UUPA). Nomor 11Tahun 2006. Salah satu tujuan undang -udang tersebut adalah pemerintah Indonesia memberikan kebebasan kepada masyarakat Aceh, termasuk GAM untuk menjalankan pemerintahan di Aceh dengan kewenangan yang sangat besar melalui otonomi khusus, namun masih dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesiahttps://vivajusticia.law.ugm.ac.id/2018/02/26/tujuan-partai-politik-lokal-di-aceh/diakses 2 Desember 2024.  salah satu aplikasi dari perjanjian tersebut adalah pihak yang bertikai dalam hal ini Gerakan Aceh Merdeka  ( GAM) diizinkan untuk membuat partai lokal dalam rangka menyampaikan aspirasi mereka sesuai dengan kesepakatan yaitu bingkai NKRI.Â
Untuk menyahuti perjanjian damai antara RI dan GAM, maka dibentuklah sebuah partai lokal. Melalui debat panjang kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia mengenai nama, bentuk, warna dan loga partai, lahirlah Partai Aceh ( PA) . Partai ini digunakan sebagai wadah bagi mantan combatan untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Â
Partai yang dipimpin oleh  panglima perangnya di masa gerilya ketika melawan NKRI yaitu Muzakir Manaf atau sering disapa dikalangan GAM sebagai Mualem. Untuk pertama sekali tahun 2009 mereka ikut sebagai konstentan pemilihan umum dalam memilih calon legislatif dan Gubernur Aceh.
Masyarakat Aceh pada saat itu memberikan apresiasi dan harapan yang luar biasa. Merek percaya bahwa  otonomi yang begitu luas dan uang berlimpah, apalagi dikelola oleh orang - orang yang selama ini berjuang untuk rakyat, ini akan memberikan sebuah perubahan bagi kehidupan masyarakat. Antusiasme ini dapat dilihat dari baliho - baliho yang terpasang di seluruh bumi Iskandar Muda. Pada waktu itu hampir tidak tampak bendera partai nasional di Aceh. Baliho - baliho partai Aceh dengan warna dan logo yang khas bertaburan di jalan jalan nasional.Â
Partai Lokal  Menguasai ParlemenÂ
Pemilihan umum yang diselenggarakan pada Tahun 2009, ternyata membuahkan hasil bagi partai lokal. Hampir 50  persen suara diraih oleh partai Aceh ( PA)  di DPRA. Selanjutnya. Mereka juga menguasai hampir semua kursi di seluruh Kabupaten/.Kota yang ada di Aceh. Untuk pemilihan Gubernur  Partai Aceh juga mengalami kemenangan  yang Luar Biasa Â
Dengan kemenangan pada dua dan event politik baik pemilihan caleg dan Pemilihan Gubernur untuk provinsi Aceh membuat masyarakat dan  mantan Combatan GAM semakin bersemangat. Berbagai. Program dimunculkan oleh sang Propaganda GAM semasa konflik yang berhasil menang dalam pemilu tersebut.  Program Jaminan Kesehatan Aceh ( JKA) yang menjadi program andalah gubernur Terpilih Irwandi Yusuf menambah khasanah kepercayaan masyarakat. Aceh terhadap mantan combatan GAM Yang berada di pucuk pimpinan. Ada banyak program- program yang dirancang pada rentang waktu tersebut yang membuat masyarakat semakin percaya dan memberikan amanah kepada partai lokal. Â
Program-program yang dirancang tidak hanya untuk kemaslahatan masyarakat , akan tetapi untu anak yatim, janda-janda dan orang -orang yang telah berkorban dalam perjuangan mereka dibantu dan disantuni. Untuk mantan combatan sendiri pemerintah memberikan dana yang luar biasa seperti dana integrasi melalui Badan Reintegrasi Aceh ( BRA) . Selain bantuan tersebut para mantan pejuang juga diberikan lahan pertanian yang luar biasa untuk dikelola dan  dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga.Â
Mantan -mantan pejuang yang  dulu memanggul senjata di bahu kini menyelipkan pena di saku. mereka mulai membangun negeri Serambi Mekah dengan segala keterbatasan dan Sumber Daya Manusia ( SDM) yang dimiliki. mereka yang dulu tidak punya apa-apa kini menjadi orang -orang yang berada dengan segala kecukupan. proyek-proyek besar mereka dapatkan dengan segala kemudahan  yang diberikan oleh para pimpinan pemerintahan.Â
Segala program yang diusulkan di parlemen atau DPR sangat mudah untuk disetujui. Hal ini karena mereka menguasai parlemen hampir 50 % dari jumlah anggota parlemen yang ada.  Anggota  DPR dari partai nasional hanya berfungsi sebagai pelengkap saja dalam sebuah parlemen. Mereka minoritas di tengah mayoritas, akibatnya keputusan yang diambil dalam setiap rapat  berdampak pada seluruh usulan partai lokal
Euforia Mantan Pejuang di Pemerintahan
Pada Tahun 2012 , pemilu untuk memilih  Capres dan Wapres,  Calon Gubernur dan Wakil,  DPRRI, DPRA, DPR Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia dilakukan secara serentak.  Keadaan politik  pada rentang waktu tersebut mulai berubah.
 Suasana politik mulai  tergesek.  hal ini ditandai dengan munculnya partai lokal yang lain selain dari Partai Aceh  (PA) adapun  partai -partai tersebut adalah  Partai Naggroe Aceh ( PNA) Partai daulat Aceh (PDA) dan  Partai sentral informasi referendum  Aceh ( Sira) namun ada juga partai lain yang muncul saat itu namun tidak memenuhi kuota yang ditentukan oleh KPU sehingga mereka  tidak lolos dan tidak memiliki wakil di DPR baik kota/ Kabupaten, maupun  DPRA. Â
Pada tahun 2012 Partai lokal mulai bersaing ketat untuk merebut perhatian dari masyarakat  Aceh, terutama Partai Aceh ( PA) dan Partai Naggroe Aceh (PNA) Kedua partai ini merupakan sama sama dari organisasi induk Gerakan Aceh Merdeka. ( GAM) . Munculnya eforia dari partai penguasa membuat  perhatian masyarakat aceh mulai melirik partai lain selain partai Aceh ( Pa)Â
Euforia yang dimunculkan oleh  sebagian combatan yang mampu merebut perhatian pimpinan partai dan memunculkan sikap arogansi terhadap partia lain yang baru muncul baik loka maupun nasional.  Euforia ini telah menjadikan sebuah  jurang antara masyarakat dan pihak  partai yang selama ini menduduki posisi di Aceh.  Masyarakat Aceh yang dulunya memberikan kepercayaan penuh terhadap partai penguasa kini mulai berubah. menurut mereka partai penguasa tersebut merupak sebuah representatif masyarakat aceh dalam pemerintah. mereka beranggapan bahwa partai yang dilahirkan melalui perjuangan yang berdarah-darah kini  sudah mulai menampakkan arogansi dan eforia di tengah masyarakat sebagai pemilih. Â
Konflik-konflik politik yang dilakukan di jalan raya secara masif dengan tidak menghargai pengguna jalan telah menunjukkan bahwa  partai penguasa sedang menarik diri secra pelan-pelan dari pergulatan politik di Aceh.  raungan sirene dan pekikan klakson kendaraan pada saat melakukan kampanye  dengan tidak menghargai masyarakat selaku pemberi mandat telah memudarkan kepercayaan kepada partai penguasa yang ada di Aceh.Â
Politik Panjat PinangÂ
Mencermati  rasa kurang percaya terhadap partai Lokal dan partai lain yang baru muncul. Para pemimpin gerakan Aceh merdeka mulai mengatur siasat baru untuk merebut perhatian masyarakat pada pemilu selanjutnya. Kurangnya Sumberdaya manusia yang dimiliki oleh partai lokal tersebut terutama pada lini pemerintahan membuat partai tersebut melaksanakan Politik Panjat Pinang.Â
Politik ini menggambarkan sebuah kondisi  panjat pinang pada perayaan 17 Agustus  hari Kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks tersebut, semua orang ingin memanjat sendiri pohon pinang tersebut dengan mengharapkan  hadiah yang  yang digantungkan di atas.Â
Namun sayang, pohon pinang yang sudah dilumuri dengan oli sebagai pelicin  membuat niat ingin menguasai sendiri  pohon pinang tersebut jadi gagal. Dari peristiwa tersebut, muncullah  niat untuk melakukan kolaborasi sesama pemanjat pinang lainnya.  Kolaborasi yang muncul ini  diharapkan adanya kerjasama antara sesama pemanjat pinang lainnya untuk mendapatkan hadiah.Â
Dalam kolaborasi tersebut munculah satu orang yang layak dipandang untuk mengambil posisi di atas hingga hadiah yang akan di ambil. Anehnya orang yang dipercaya untuk mengambil hadiah, ternyata hadiah hadiah dalam bentuk amplop dimasukkan  dalam sakunya sendiri. Sementara yang lain menggunakan bahu dan badan sebagai penopang atau penyangga di bawa hanya mendapati hadiah dalam kemasan besar tapi tidak berbobot.Â
Ketika krisis kepercayaan mulai pudar terhadap partail okal, maka muncullah kaum oportunis atau kaum yang memanfaatkan peluang. Mereka  berasal dari partai lokal  itu sendiri  yang telah memenangkan pemilu. Namun dalam hal ini  mereka menggunakan nama besar partai, logo,  dan tokoh-tokoh partai untuk kepentingan pribadi. Hal ini tampak ada sejumlah orang yang mnguggnakan nama besar paertai ini untuk mencalonlan diri sebagai anggota legilatif tingkat provisi.  Selain itu, mereka juga menggunakan kendaraan ini untuk melenggang ke senayan pada pemilu Tahun 2024
Simpulan:Â
Apabila hal di atas tidak diperhatikan oleh pengurus partai lokal yang ada di Aceh. Dapat dipastilkan  bahwa suara partai tersebut terus digerus oleh partai -partai nasional yang semakin-hari semakin gesit mempengaruhi konstituen di Aceh.  Bagi partai lokal ini adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi  dan berpikir bagaimana bertindak dan bersikap  terhadap  makin derasnya  alur ketidakpercayaan   masyarakat  kepada partai lokal. Jika hal ini tidak diperhatikan, dipastikan pada pemilu Tahun 2024 partai lokal yang ada di Aceh akan ditinggalkan oleh  masyarakat sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H