Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kaulah Sejatinya Guru

25 November 2023   15:00 Diperbarui: 1 Desember 2023   08:09 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Kau usir   mendung di antara belantara negeri
Batu cadas menghadang telapak
Terjal mengoyak terompah,  
hingga telapak bernanah

Kepompong berselimut lusuh
Tapi niatmu tak  tergusur dari busur

Pahlawan tanpa jasa,
mengemban tugas tanpa koma
Upah - upah bukan tujuan,
namun lenyapnya kebodohan  adalah harapan

Gunung -gunung Kau jelajah sampai telaga
Menebar virus membuka tabir
Sungai deras penuh riam bukan halangan
Tugasmu menyalakan bara,  bukan mengisi bejana

Pasang sungai berganti surut,  
kau tak pernah larut
Jiwamu bagai baja bukan sepuhan
Tak goyah dihantam badai
Tak  lusuh digerus arus
Tak pudar dibalut lumpur

Titi boleh bergantung
Jalan boleh buntung
Lumpur boleh bertimbun
Sungai  boleh menggulung
Kau tetap bersenandung
agar tunas tetap subur

Kau adalah replika negeri dalam bayang
Menjadi lilin di gelapan,  membakar diri
menyulut motivasi

Di sini..
Di kota -kota
Teman sejawat bercanda ria
Di bawah gemerlap kota,

Mengumbar senyum di bawah tumpukan,
tunjangan berlipat empat
Uang minum ribuan gelas
Uang makan ratusan piring

Motor mewah sepatu mengkilap
Seragam sutra,  ransel kulit corak  Eropa
Entah dari tanah apa Kau dibuat
Entah dari mana hatimu dianyam
Entah dari mana jiwamu ditiup


Hingga kau lebih kuat dari baja
Aku hanya mampu mengurut dada
Menopang dagu merunut mu berpeluh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun