Â
Batu cadas menghadang telapak
Terjal mengoyak terompah, Â
hingga telapak bernanah
Kepompong berselimut lusuh
Tapi niatmu tak  tergusur dari busur
Pahlawan tanpa jasa,
mengemban tugas tanpa koma
Upah - upah bukan tujuan,
namun lenyapnya kebodohan  adalah harapan
Gunung -gunung Kau jelajah sampai telaga
Menebar virus membuka tabir
Sungai deras penuh riam bukan halangan
Tugasmu menyalakan bara, Â bukan mengisi bejana
Pasang sungai berganti surut, Â
kau tak pernah larut
Jiwamu bagai baja bukan sepuhan
Tak goyah dihantam badai
Tak  lusuh digerus arus
Tak pudar dibalut lumpur
Titi boleh bergantung
Jalan boleh buntung
Lumpur boleh bertimbun
Sungai  boleh menggulung
Kau tetap bersenandung
agar tunas tetap subur
Kau adalah replika negeri dalam bayang
Menjadi lilin di gelapan, Â membakar diri
menyulut motivasi
Di sini..
Di kota -kota
Teman sejawat bercanda ria
Di bawah gemerlap kota,
Mengumbar senyum di bawah tumpukan,
tunjangan berlipat empat
Uang minum ribuan gelas
Uang makan ratusan piring
Motor mewah sepatu mengkilap
Seragam sutra,  ransel kulit corak  Eropa
Entah dari tanah apa Kau dibuat
Entah dari mana hatimu dianyam
Entah dari mana jiwamu ditiup
Hingga kau lebih kuat dari baja
Aku hanya mampu mengurut dada
Menopang dagu merunut mu berpeluh
Lhokseumawe, Â 25 November2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H