Mohon tunggu...
MUKHLISHAH SYAWALIYAH
MUKHLISHAH SYAWALIYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010129

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard, dan Jack Bologna

20 November 2024   18:37 Diperbarui: 20 November 2024   18:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Rasionalisasi (Rationalization): Proses pembenaran oleh pelaku untuk melegitimasi tindakannya. Pelaku sering kali mencoba membenarkan perbuatannya dengan alasan seperti "semua orang melakukannya," atau "gaji saya tidak cukup untuk hidup layak." Budaya permisif terhadap korupsi di Indonesia memperkuat rasionalisasi ini, sehingga pelaku merasa tindakannya bukanlah kejahatan besar. 

Pendekatan Klitgaard dan Bologna memberikan sudut pandang yang saling melengkapi dalam memahami fenomena korupsi. Jika Klitgaard menyoroti kelemahan institusional sebagai penyebab utama korupsi, Bologna lebih menekankan aspek psikologis dan perilaku individu. Kedua pendekatan ini sangat relevan untuk menganalisis korupsi di Indonesia yang sifatnya kompleks dan melibatkan berbagai aktor serta institusi. 

Dengan memadukan kedua pendekatan ini, kita dapat memahami penyebab korupsi secara lebih komprehensif. Klitgaard membantu kita mengevaluasi kelemahan struktural dan kelembagaan yang menciptakan peluang korupsi, sedangkan Bologna membantu menjelaskan motivasi individu dan bagaimana mereka merasionalisasi tindakan tersebut. Pemahaman yang mendalam ini diharapkan tidak hanya memberikan analisis yang lebih menyeluruh tetapi juga menjadi dasar untuk merancang strategi pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Strategi ini dapat mencakup reformasi sistemik untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan transparansi, dan mendorong akuntabilitas, serta upaya untuk membangun integritas individu melalui pendidikan dan penegakan hukum yang tegas. 

Melalui pendekatan yang integratif, diharapkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya mampu mengatasi gejala, tetapi juga menyentuh akar masalah, sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih bersih, adil, dan terpercaya. 

Apakah pendekatan klitgaard dan Bologna dapat cukup menggambarkan rasionalisasi yang terjadi di kalangan pejabat dengan kekuasaan tinggi yang merasa bahwa korupsi adalah bagian dari sistem?

Pendekatan Klitgaard dan Bologna dapat memberikan gambaran tentang rasionalisasi di kalangan pejabat dengan kekuasaan tinggi, tetapi ada batasan dalam kedalaman penjelasan mereka. Klitgaard lebih fokus pada ketidakseimbangan antara monopoli, diskresi, dan akuntabilitas sebagai penyebab korupsi. Namun, ia tidak sepenuhnya mengakomodasi bagaimana pejabat dengan kekuasaan tinggi merasionalisasi korupsi sebagai bagian dari sistem, terutama di negara seperti Indonesia di mana praktik korupsi sering dianggap sebagai hal yang normal dalam mencapai tujuan atau mempertahankan kekuasaan.

Bologna, dengan pendekatan fraud triangle-nya, mengidentifikasi tiga faktor utama dalam korupsi: tekanan, peluang, dan rasionalisasi. Rasionalisasi ini dapat dilihat dalam pandangan pejabat bahwa korupsi adalah bagian dari sistem atau bahkan kewajiban dalam mempertahankan stabilitas politik atau ekonomi. Namun, meskipun teori Bologna memberi penjelasan tentang bagaimana individu mengatasi konflik moral melalui rasionalisasi, teori ini lebih bersifat individual dan kurang menyoroti faktor-faktor sosial-politik yang mendorong perilaku tersebut dalam skala yang lebih besar.

Secara keseluruhan, meskipun kedua teori ini relevan, keduanya memiliki keterbatasan dalam menggambarkan bagaimana pejabat tinggi merasionalisasi korupsi sebagai bagian dari struktur sosial dan politik yang lebih luas. Pendekatan ini memerlukan pengembangan lebih lanjut yang dapat mencakup pemahaman yang lebih kompleks tentang norma sosial dan budaya politik yang memungkinkan korupsi menjadi dianggap wajar dalam praktik pemerintahan.

Mengapa pengaruh politik dan jaringan kekuasaan menjadi salah satu alasan utama mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas, berdasarkan teori monopoli dari Klitgaard?

Pengaruh politik dan jaringan kekuasaan menjadi alasan utama mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas karena adanya praktik monopoli kekuasaan yang memperburuk sistem pemerintahan dan birokrasi. Dalam teori monopoli Robert Klitgaard, korupsi berkembang pesat ketika satu pihak atau kelompok memiliki kontrol penuh terhadap sumber daya atau keputusan-keputusan strategis tanpa adanya pengawasan yang efektif. Di Indonesia, jaringan kekuasaan sering kali terjalin erat antara politisi, pejabat publik, dan sektor swasta, menciptakan celah-celah yang memperkuat praktik korupsi.

Politik yang dikuasai oleh segelintir orang atau partai politik mengarah pada penyalahgunaan wewenang dalam pembuatan kebijakan yang seharusnya adil dan transparan. Ketika kekuasaan terpusat dan tidak ada check and balance yang cukup, maka tindakan korupsi dapat dengan mudah terjadi tanpa takut ada konsekuensi serius. Sistem yang terstruktur dalam bentuk jaringan politik ini memungkinkan para pengambil keputusan untuk saling melindungi, sehingga sulit bagi pihak berwenang atau masyarakat untuk mengungkapkan penyalahgunaan yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun