Mohon tunggu...
Muhammad Muhammad
Muhammad Muhammad Mohon Tunggu... -

senang berbagi dengan kawan-kawan di\r\nhttp://mukhlason.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memelihara Binatang di Dalam Rumah? Sebaiknya Berpikir Ulang

10 Februari 2012   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:49 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Agustus 2008, di saat wisuda S2 kakak, di tengah acara beliau mengalami kejang kaki dan harus dibawa ke poliklinik. Alhamdulillah bisa segera sehat. Namun, menjelang Ramadhan 2008, ibu kembali anfal. Dan setelah dirawat lebih lanjut di ruang IRD RSU Dr. Soetomo, dan menjalani serangkaian cek laboratorium, diketahui kadar SGOT, SGPT, dan kolesterol di atas batas maksimal. Sedangkan albumin turun drastis. Kesadarannya pun menurun drastis. Sehingga dilakukan tindakan trakheostomi, pembedahan leher untuk by pass tenggorokan sebagai jalan nafas darurat. Seingat saya ibu tidak sadar dalam fasa ini hampir seminggu. Dan hampir sebulan penuh dirawat. Akhirnya menjelang idul fitri bisa kembali ke rumah di Pacitan.

Di tahun 2009, gangguan kesehatan yang dialami seringkali berupa kejang di kaki, adapun kejang yang sampai menghilangkan kesadaran, bisa dikatakan jarang. Maret 2010, Alhamdulillah kami semua memiliki agenda besar, yakni menikahkan kakak perempuan. Alhamdulillah dalam mempersiapkan itu semua, Ibu tetap sehat. Justru ibu kejang kaki setelah prosesi pernikahan selesai.

Bulan mei, di tengah ganasnya wabah Chikungunya di Pacitan, daerah kami juga termasuk endemik parah. Betapa tidak, hampir setiap rumah penghuninya terkena penyakit ini. Begitu pula Bapak dan Ibu. Bahkan Ibu terpaksa harus dirawat di Puskesmas selama 4 hari. Dan setelah agak kuat, kami boyong ke Malang, supaya lebih bisa terawasi. Rupanya, ini adalah masa hidup terakhir Ibu di Pacitan. Bahkan idul fitri 2010 juga harus dihabiskan di Surabaya dan tidak pulang ke Pacitan. Di masa-masa ini kami juga memberikan terapi ramuan dari ahli TORCH, A. Juanda yang sering mengisi acara di televisi dan berkeliling seluruh Indonesia. Dan ramuan aquatreat ini kami berikan hingga sebelum ibu dibawa ke rumah sakit untuk terakhir kalinya.

Tiga bulan terakhir, Ibu berada di rumah saya, dan tentunya karena kondisi kesehatannya, kejang kaki sering pula beliau alami. Dari yang 4 hari sekali, menjadi setiap hari. Dan terakhir, justru hilang sama sekali kejang kakinya. Saya pun berasumsi beliau sudah sehat. Namun ternyata, empat hari kemudian justru kejang yang tidak sadar terjadi. Dari yang semula dua hari sekali, hingga terakhir setiap kali terjaga, beliau kejang. Ini terjadi selama dua minggu terakhir. Dan beliau kami bawa ke IRD RSU Dr. Soetomo lagi. Masuk ke ruang resusitasi. Dan alhamdulillah bisa sadar kembali. Malam itu pula bisa kami bawa ke kamar perawatan.

Seminggu penuh di ruang perawatan kondisi Ibu terlihat membaik. Di malam kedua di RS, datang anugerah dari Allah SWT berupa kelahiran cucu perempuan kedua. Di hari ketiga selang oksigen sudah dilepas. Namun, sehari berikutnya terpaksa dipasang lagi karena menunjukkan gejala penurunan kondisi. Namun diajak berkomunikasi masih cukup nyambung dan merespon baik, meski dengan pembicaraan yang terbatas.

Tiga hari terakhir
H-3, kondisi ibu stabil, dengan alat penyuntik dopamin terpasang, infus cairan, serta injeksi makanan melalui sonde (injeksi makanan cair lewat selang langsung tembus ke lambung). Selama dirawat, hanya makanan cair yang bisa dimasukkan ke lambung. Kondisi kesadaran biasa, begitu pula ritme nafas. Komunikasi bagus. Urine berjumlah normal banyak, dan berwarna kuning jernih.

H-2, kondisi stabil, dengan alat penyuntik dopamin terpasang, infus cairan, serta injeksi makanan melalui sonde. Kondisi kesadaran biasa, begitu pula ritme nafas. Komunikasi bagus. Urine berjumlah normal banyak tetapi warna coklat pekat.

H-1, kondisi stabil, dengan alat penyuntik dopamin terpasang, infus cairan, serta injeksi makanan melalui sonde. Kondisi kesadaran biasa, begitu pula ritme nafas. Komunikasi bagus. Urine berjumlah normal banyak, dan berwarna kuning jernih kembali.

Hari H, Senin 10 Januari 2011
Hingga pagi hari, setelah dimandikan menggunakan wash lap, saya masih sempat mengajak berkomunikasi agar beliau segera sehat dan menengok cucu yang baru lahir. Namun dijawab beliau dengan menangis. Duuh, sedihnya. Ini terjadi jam 6 pagi. Jam 7 saya pulang ke rumah, karena masih banyak agenda pekerjaan yang saya lakukan. Dan juga sambil beristirahat. Menjelang maghrib, Bapak menelpon agar saya segera ke RS karena ibu drop. Ternyata sedari jam 8 pagi beliau menurun kesadarannya dan tidak merespon. Alat penyuntik dopamin terpasang, infus cairan, serta injeksi makanan melalui sonde. Kondisi kesadaran menurun drastis, ritme nafas tersengal-sengal. Komunikasi tidak ada. Urine berjumlah sangat sedikit, dan berwarna coklat pekat. Saya masih sempat suntikkan susu cair untuk mengisi lambung Ibu.

Oleh dokter jaga, didatangkan dokter ahli anestesi untuk memberikan pendapat kedua (second opinion) terkait kondisi Ibu. Dikatakan oleh dokter anestesi ini, tingkat kesadaran ibu berada di level 111, dan ini adalah tingkat kesadaran terendah manusia. Ini setelah beberapa kali upaya penyadaran dilakukan. Dan lanjut dokter tersebut, kita hanya menunggu waktu karena kemungkinannya meninggal dunia, dan hanya bisa memberikan tindakan supportif (pendukung) seperti memasok oksigen, infus, dan pemacu jantung. Sedangkan untuk tindakan bedah semacam trakheostomi tidak berani dilakukan. Dalam hati saya masih berharap adanya keajaiban Ibu untuk sembuh. Dan dalam waktu dua jam terakhir, saya masih sempat mengambil alat bantu nafas yang lebih kecil, hasil rontgen paru dan jantung, dan juga ringer infus. Bahkan juga diminta untuk melakukan uji lab darah Ibu. Uniknya, darah ini terlihat lebih pekat dan kental.

Begitu kembali dari laboratorium, jam 21.30 saya raba kaki Ibu yang kebetulan memang tidak berselimut. Dingin, sampai ke tulang kering. Di atasnya masih hangat. Dan saya raba dahinya, ternyata tidak berkeringat. Mungkin karena sudah berkeringat sepanjang hari karena nafas tersengal-sengal tersebut. Saya pun memberitahukan hal ini kepada bapak, dan dijawab dengan datar “Ketoke Ibumu wis budhal” yang artinya “Kelihatannya Ibumu sudah berangkat / meninggal”. Innaa lillah wa innaa ilaihi raajiuun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun