Mohon tunggu...
Mujizat U
Mujizat U Mohon Tunggu... Wira Swasta Berdikari -

Pemerhati Aktip Sekitar Yang Berusaha Obyektip Dan Gemar Serta Sudi Belajar Dari Massa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reformasi, Kapitalisme dan Demokrasi Liberalisme

7 Juni 2018   05:30 Diperbarui: 11 Juni 2018   15:15 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Produk barang dan "nilai lebih" dari produk yang di hasilkan, menjadi di kuasai dan atau di "miliki" oleh "perseorangan". Dari sinilah timbulnya julukan sang "juragan" atau sang "majikan" dan yang lainnya berjuluk hamba sahaya atau "buruh".

Dari kondisi inilah pula lahir adanya perbedaan sosial di masyarakat atau adanya jurang pemisah status sosial di masyarakat, yang lazim di kenal istilah si "kaya" dan si "miskin".

Sistim Kapitalisme bisa berlaku di dalam kehidupan nyata ini, karena di legalisasi secara hukum dan menjadi legal formal oleh undang-undang. Artinya, keputusan politik lah yang "menentukan" bahwa sistim Kapitalisme berlaku dan meng-elektrisir di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara ini. 

Adapun sistim politik dewasa ini adalah sistim demokrasi liberalisme, dimana anggota parlemen dan para kepala daerah/wali kota dan gubernur serta presiden sebagai kepala pemerintahan pusat di pilih langsung oleh rakyat.

Memang secara legal formal, semua orang punya hak yang sama untuk memilih dan dipilih, tapi faktanya tidak seindah itu.

Kenyataannya, untuk bisa "dipilih" untuk menjadi anggota parlemen, menjadi wali kota atau bupati/ gubernur serta presiden, siapapun itu, haruslah memiliki materi yang cukup alias hanya si "kaya" yang bisa menikmati "hak di pilih", adapun si miskin  harus puas hanya punya hak untuk "memilih" saja! 

Pembuat Undang-undang, adalah pemerintah pusat dengan DPR. Pembuat peraruran daerah propinsi, adalah gubernur dengan DPRD propinsi, serta pembuat peraturan daerah wali kota/kabupatan adalah wali kota/bupati dengan DPRD kota/kabupaten. Yang notabene terdiri dari golongan si "kaya".

Pertanyaannya, apakah mungkin si kaya yang berwenang membuat Undang-undang, kepres/inpres dan atau perda-perda serta ijin-ijin pertambangan dan lain-lain itu akan berpihak/membela kepada si miskin?

Dengan kata lain, apakah segala sumber hukum yang di buat, yang mengikat secara hukum itu berpihak dan membela golongan rakyat lapisan bawah atau justru menguntungkan kepada rakyat lapisan menengah ke atas saja? Jawabannya penulis serahkan kepada pembaca kompasiana yang budiman saja.

Reformasi, rupanya hanya memperkuat dan melegalisasi sistim ekonomi kapitalisme serta melegal formalkan sistim politik demokrasi liberalisme, yakni sistim politik yang sesungguhnya untuk membela kepentingannya kaum kaya/pemilik modal. 

Yang pasti, di era reformasi ini, rakyat lapisan bawah, hanya bisa berdoa dan berharap, semoga dari sekian banyak pemimpin gadungan, ada segelintir pemimpin sejati, pemimpin yang benar-benar mau bekerja untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh lapisan rakyat.

A m i n.-

         ***** Vox Populi Vox Dei *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun