Â
Gubahan: Mujibur Rahman Â
    Kisah tragis yang mengguncang Bangkalan, Madura, baru-baru ini menggambarkan gelapnya sisi hubungan asmara. Seorang perempuan muda menjadi korban pembunuhan keji oleh kekasihnya sendiri, di mana tubuhnya kemudian dibakar untuk menghilangkan jejak. Motif di balik tragedi ini, seperti yang diungkapkan pihak kepolisian, adalah tuntutan pertanggungjawaban atas kehamilan korban. Kasus ini tidak hanya mencerminkan kekerasan fisik, tetapi juga kompleksitas emosional, sosial, dan hukum yang melingkupinya.
A. Perspektif Kriminologi: Kekerasan dan Motif di Baliknya
   Dari sudut pandang kriminologi, tindakan pelaku menunjukkan pola khas dalam kekerasan berbasis hubungan. Pelaku merasa terpojok oleh tuntutan korban, yang menurut ahli kriminologi, sering kali menjadi pemicu tindakan ekstrem ketika pelaku tidak memiliki solusi rasional. Kejahatan ini juga menunjukkan adanya perencanaan, meski impulsif, dengan pembakaran sebagai upaya menghilangkan bukti.
    Kriminologi menyoroti pentingnya pencegahan melalui sistem hukum yang tegas dan pendidikan kesadaran hukum di kalangan muda. Regulasi yang mendorong tanggung jawab moral dan hukum, seperti perlindungan hak-hak perempuan dalam hubungan, harus ditegakkan untuk mengurangi kasus serupa.
B. Perspektif Psikologi: Dinamika Emosi dan Kesehatan Mental
   Psikologi menyoroti pentingnya pengelolaan emosi dalam hubungan. Hubungan asmara yang tidak sehat sering kali ditandai dengan ketidakseimbangan kekuasaan, komunikasi yang buruk, dan ketidakmampuan menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat. Dalam kasus ini, pelaku tampaknya tidak mampu menghadapi tekanan emosional akibat tuntutan korban, yang berujung pada tindakan kekerasan.
   Studi menunjukkan bahwa pendidikan emosional, seperti keterampilan menyelesaikan konflik dan manajemen stres, dapat membantu individu menghadapi situasi sulit tanpa beralih ke kekerasan. Hal ini penting terutama di kalangan remaja dan dewasa muda yang rentan terhadap konflik hubungan.
C. Perspektif Sosiologi: Peran Norma dan Budaya Lokal
    Sosiologi melihat kasus ini sebagai refleksi dari tekanan sosial dan budaya di Madura. Norma-norma yang mengatur hubungan pra-nikah sering kali tidak cukup memberikan ruang untuk solusi konstruktif terhadap masalah seperti kehamilan di luar nikah. Stigma sosial terhadap perempuan yang hamil di luar pernikahan juga berperan memperumit situasi ini.
Masyarakat perlu lebih terbuka terhadap diskusi mengenai kesehatan reproduksi, hubungan yang sehat, dan pentingnya tanggung jawab bersama. Pendidikan berbasis komunitas dapat menjadi kunci untuk mengubah norma sosial yang mendukung kekerasan atau diskriminasi.
D. Jalan ke Depan: Pendekatan Multidisiplin
    Kasus ini menunjukkan perlunya pendekatan multidisiplin untuk mencegah kekerasan dalam hubungan. Hukum perlu menindak tegas pelaku kekerasan, sementara pendidikan harus menanamkan nilai-nilai moral dan keterampilan hidup. Dukungan kesehatan mental dan konseling hubungan juga penting untuk membantu individu menghadapi tantangan emosional dalam hubungan asmara.
    Selain itu, masyarakat harus lebih peduli terhadap tanda-tanda hubungan yang tidak sehat di sekitar mereka. Lingkungan yang mendukung dapat menjadi faktor penting dalam mencegah tindakan ekstrem seperti dalam kasus ini.
   Â
 Tragedi tragis ini pengingat pahit bahwa kekerasan dalam hubungan adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian lintas disiplin. Dengan memahami akar masalah dari sudut pandang kriminologi, psikologi, dan sosiologi, kita dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah tragedi serupa di masa depan. Masyarakat, keluarga, dan institusi pendidikan harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung hubungan yang sehat dan bertanggung jawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI