Menurunnya angka positivity rate dan angka kematian akibat Covid-19 dalam tiga bulan terakhir  merupakan hal yang patut kita syukuri dan sudah selayaknya apresiasi diberikan kepada semua pihak yang telah bersama-sama berjuang dan berkontribusi pada penanganan pandemi di Indonesia.Â
Bagaimana tidak, disaat yang bersamaan beberapa negara Eropa seperti Rusia, Jerman dan Austria sedang berjuang kembali untuk menangani lonjakan kasus Covid 19.
Mengutip BBC, sejak awal November 2021 WHO Eropa telah memberi peringatan tentang potensi kenaikan kasus Covid-19. Beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebabnya antara lain mulai menurunnya kepatuhan terhadap prokes, kondisi perubahan cuaca yang memasuki musim dingin serta melambatnya program vaksinasi sperti di Rusia (32 persen), Jerman dan Austria (kurang dari 66 persen).Â
Sejauh ini WHO mencatat dampak yang kemduian terjadi seperti penerapan penguncian nasioal, penuhnya ruang perawatan ICU dan 1,4 juta kematian di seluruh wilayah Eropa.
Jangan kendor
Berkaca dari lonjakan kasus di Eropa dan belajar dari pengalaman negara kita di akhir 2020, setidaknya ada empat alasan mengapa keberhasilan negara kita melewati masa libur akhir tahun tanpa disertai lonjakan kasus Covid-19 menjadi penting.
Pertama, pandemi belumlah berakhir. Perlu menjadi perhatian bersama, berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Covid-19 per 5 Desember 2021, penambahan jumlah kasus konfirmasi tercatat 196 kasus baru yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kedua, munculnya varian baru Covid-19 membuat dunia, termasuk Indonesia kembali siaga dan waspada. WHO mengkalisifikasikan Varian Omicron sebagai "Variant of Concern (VoC)" yang memiliki kecepatan penularan yang tinggi. Â Malaysia dan Singapura telah mengonfirmasi adanya varian ini di negara masing-masing.
Ketiga, karakteristik libur akhir tahun dapat berkontribusi penambahan kasus baru. Kalau melihat kembali pada akhir 2020, perjalanan tren angka harian kasus positif Covid-19 terus naik dan mencapai puncak tertinggi pada 30 Januari 2021 dengan 14.543 kasus (Kompas.id).Â
Selain itu, faktor kondisi alam yang mulai memasuki musim hujan di penghujung tahun juga patut diwaspadai sebagai faktor yang dapat mendorong penularan Covid-19. BMKG memprediksi puncak musim Hujan 2021/2022 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2022.
Keempat, euforia melandainya kasus Covid-19. Tidak bisa dipungkiri, mulai berkurangnya kepatuhan terhadap prokes dapat dijumpai dalam aktivitas harian masyarakat saat ini. Kita dapat melihat kondisi tidak disiplinnya pemakain masker, tidak menjaga jarak, dan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan perubahan level PPKM.Â
Beberapa daerah yang perlu meningkatkan kewaspadaannya pada masa Natal dan tahun baru libur (Nataru) antara lain Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, mengingat mobilitas masyarakat yang akan terjadi pada daerah-daerah tersebut.
Penyesuaian Kebijakan
Kita sebagai bangsa tentu tidak ingin kecolongan dengan berkutat kembali pada lonjakan kasus Covid-19 dan kolapsnya fasilitas Kesehatan seperti yang terjadi pada gelombang kedua yang lalu. Sudah selayaknya semua elemen bangsa harus lebih fokus dan bersiap dalam menghadapi libur Nataru 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.Â
Pemerintah telah merevisi peraturan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2021 tentang kebijakan PPKM level 3 di seluruh wilayah Indonesia selama masa libur Nataru yang berganti dengan regulasi yang lebih sesuai kondisi di lapangan.Â
Namun demikian, mengingat sangat krusialnya momen libur di penghujung tahun, maka tidak ada salahnya pemerintah lebih fleksibel dengan melakukan penyesuaian kebijakan PPKM per minggu dengan mempertimbangkan masukan para pakar dan menyesuaikan dengan dinamika di lapangan terutama mulai dari 15 Desember 2021 sampai dengan 15 Januari 2022.
Disinilah tantangannya. Ketika roda perekonomian mulai bergulir, tempat wisata, perkantoran, kegiatan keagamaan, pusat perbelanjaan perlahan mulai berdenyut kembali serta aktivitas masyarakat yang mulai normal, maka kebijakan pemerintah diharapkan dapat menyeimbangkan antara sisi perekonomian dan sisi kesehatan.Â
Catatan penting dari kebijakan tersebut terletak pada sosialisasi dan implementasi yang dilakukan dengan cara-cara yang lebih sistematis, kreatif dan terintegrasi melibatkan semua stakeholder. Karena biar bagaimanapun mobilitas masyarakat kemungkinan akan tetap terjadi pada momen pergantian tahun.Â
Maka peran aparat pemerintah dengan pendekatan budaya lokal, mulai dari pusat sampai daerah menjadi sangat krusial, bahkan sampai pada level terkecil di tingkatan RT, RW dan satgas untuk bersama-sama mengawal masa libur Nataru ini sehingga diharapkan tingkat penerimaan dan kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Menuju endemi
Dalam ilmu epidemiologi, endemi merupakan kondisi dimana kasus masih tetap ada di beberapa wilayah dengan jumlah kasus baru yang rendah serta laju penularan yang stagnan dan terkendali.Â
Beberapa pakar yang memprediksi bahwa secara global, status endemi akan terwujud pada 2023. Namun demikian, untuk perubahan status pandemi menjadi endemi suatu negara akan merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh WHO.
Sejalan dengan itu, menurut data Kemenkes per 5 Desember 2021 program vaksinasi telah mencapai 68,42 persen untuk dosis pertama dan 47,55 persen untuk dosis kedua sebagai upaya untuk mengurangi angka kasus berat dan kematian menjadi angka kesembuhan yang tinggi terus perlu didukung dan didorong agar lebih merata sesuai dengan target sasaran vaksinasi dan dalam rangka menciptakan kekebalan komunal, termasuk dalam hal upaya perawatan dan pengobatan yang ada.Â
Begitupun pengendalian laju penularan tetap dalam kondisi rendah melalui upaya testing dan tracing, penyesuaian aktivitas dan mobilitas masyarakat melalui PPKM yang aman dan produktif secara konsisten.
Oleh karena itu, keberhasilan melewati masa libur Nataru 2021 dengan kasus baru Covid-19 yang lebih terkendali akan menjadi pembuktian bagi Indonesia menuju endemi.Â
Dengan segenap upaya tersebut, serta keseriusan, optimisme dan komitmen kita bersama dalam melakukan upaya-upaya pengendalian Covid-19, bukan mustahil endemi akan terwujud pada 2022 dan pada gilirannya akan berdampak pada pemulihan ekonomi nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H