Sejumlah topik utama yang dicatat dengan sendirinya menjadi bahan awal anatomi dan kerangka tulisan yang koheren. Kerangka tulisan misalnya terdiri dari beberapa sub judul atau topik bahasan yang mengikuti struktur logis. Dibuat seperti itu agar pembaca tidak kebingungan mengikuti jalannya cerita dari awal. Layaknya seperti mendengar meijin secara langsung.
Potongan pembicaraan, termasuk yang tidak penting dipangkas demi mengefektifkan kalimat. Tapi tidak ditambah-tambah satu kata pun. Jawaban atau potongan pembicaraan meijin yang sering muncul dalam merespon sejumlah pertanyaan dijadikan satu. Tujuannya mencegah repetisi yang tidak perlu. Sampai di sini, proses Kikigaki sudah menyerap banyak waktu, tenaga, dan pikiran peserta.
Kunci Literasi Aktif dalam Kikigaki
"selain pelajaran hidup dari para meijin, mereka juga mendapat ilmu lain yang akan bermanfaat untuk pengembangan potensi diri bagi masa depan. Mereka belajar teknik wawancara dan menuliskan hasilnya. Mereka juga belajar tentang cara menyajikan hasil kerja mereka, baik dalam bentuk poster maupun secara lisan." Â Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo. Dosen Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Rangkaian Kikigaki secara umum meliputi dua tahap mendengar dan dua tahap menulis. Pertama mendengar meijin secara langsung, kedua mendengar rekaman wawancara, ketiga menulis verbatim, dan terakhir menyusun laporan Kikigaki.Â
Dalam tiap fase itu, menempel kuat unsur utama literasi yakni understanding meaning atau memahami makna. Tulisan Kikigaki tidak mungkin ada bila peserta gagal menangkap pesan 'suara' dan 'teks'.
James M. Deem dalam Transcribing Speech: An Initial Step in Basic Writing (1985) sejak awal mengungkap hal kunci bahwa keterampilan mendasar yang kerap dihadapi siswa jenjang atas ialah ketidakmampuan menuangkan pemikiran sendiri ke dalam tulisan. Kelemahan tersebut menjadi penyebab utama mengapa mereka begitu lemah dalam menulis.
Solusi atas masalah tersebut sudah disinggung James Moffett jauh sebelumnya. Merujuk Integrity and The Teaching of Writing (1979) bahwa salah satu cara mengatasinya adalah dengan kegiatan transkripsi (alih suara ke narasi teks). Menurutnya, transkripsi berfungsi sebagai landasan keterampilan menulis.
Sebagian besar siswa lemah dalam menulis sebab tidak tau bagaimana metode menuangkan pikiran ke dalam tulisan. Oleh karena itu, latihan mengalihkan bentuk suara ke teks (transkripsi) menjadi satu model dalam mengembangkan kemampuan literasi siswa.
Lewat transkripsi, siswa belajar memahami maksud, gagasan, dan pesan dari perkataan meijin. Tahapan mengalihkan sound to text itu bisa jadi ajang latihan siswa memahami pikirannya masing-masing.