Keseluruhan tahapan menguras waktu, pikiran, dan tenaga. Melibatkan semua panca indra peserta. Telinga mereka mendengar penuturan langsung meijin. Mata melihat alam sebagai tempat hidup dan menyaksikan keahlian turun temurun. Hati merasakan empati. Kepala memproses semua narasi yang disampaikan meijin. Tangan bekerja mengetik transkripsi wawancara. Kemudian akhirnya mereka berlomba menulis berbuat yang terbaik.
Kikigaki di Jepang
Di negara asalnya, program Kikigaki Koshien yang dimulai 2002 dirancang pemerintah Jepang dengan tujuan mendokumentasi pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai yang turun temurun diwariskan pada generasi penerus. Para pelanjut tradisi itu umurnya sudah lebih 50 tahun bahkan 80 tahun. Sementara pemerintah Jepang sangat menginginkan kearifan lokal terjaga dengan baik. Dalam Kikigaki, mereka diistilahkan dengan 'meijin' atau narasumber senior.
Pada sisi lain mereka juga hendak menjawab tantangan yang lebih genting dari itu: jumlah petani berkurang drastis semenjak industrialisasi Jepang di tahun 60-an. Populasi desa semakin menurun karena generasi baru memilih ke kota. Lalu para pelanjut tadi pun sudah semakin tua. Kearifan lokal akan terputus dan keterampilan akan hilang bila  tidak ada upaya untuk melestarikannya.
Satu langkah komunikasi antar generasi harus segera dimulai. Lantas inisiatif itu muncul, merekam kearifan lokal lewat tangan-tangan generasi muda sendiri:Â Kikigaki Koshien.
Tiap tahun, dipilih sekitar 100 orang yang akan mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kehutanan Perkebunan dan Perikanan Jepang. Kementerian Pendidikan turut menyeleksi pula peserta Kikigaki Koshien dari berbagai SMA di seluruh Jepang. Mereka yang terpilih akan mengikuti workshop penulisan. Setelah itu barulah melakukan kegiatan inti: mewawancara meijin.
Informasi meijin tidak langsung diperoleh begitu mereka menyorongkan alat perekam. Peserta harus segera beradaptasi membangun sikap yang tepat agar meijin mau bercerita banyak.Â
Pengetahuan Kikigaki memang bukan berupa laporan ilmiah, tapi dari pengetahuan para meijin selama puluhan tahun berinteraksi dengan alam. Perbincangan antargenerasi ini bisa memunculkan hubungan dan sikap saling memahami yang lebih baik bagi kedua pihak.
Hingga 2009, penyelenggara fokus memilih kalangan Masters of Forests. Dalam kata lain, meijin merupakan tokoh yang hampir sepanjang hidupnya erat dengan pemanfaatan sumber daya hutan dan lahan. Baru pada tahun 2010, penyelenggara juga memilih Masters of Sea or Rivers sebagai meijin dalam Kikigaki. Â
Program ini masih berlanjut hingga sekarang. Sudah lebih dari 1500 meijin yang direkam dan ditulis perjalanan hidupnya oleh anak-anak SMA. Secara berkala antologi tulisan Kikigaki diterbitkan lewat laman yang bisa diakses siapa saja.
Kikigaki juga menjadi contoh program mandiri yang dilakukan kerja sama masyarakat dan organisasi non pemerintah. Sejak 2003, pelaksanaan diserahkan ke jaringan LSM yang fokus pada pelestarian hutan dan lingkungan. Malah beberapa tahun kemudian, alumni Kikigaki membentuk LSM sendiri yang dinamai Kyozon no Mori Network atau 'Network for Coexistence with Nature'. Organisasi ini yang kemudian menjadi penyelenggara Kikigaki hingga sekarang.