Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mantra Andrea di Sirkus Pohon

1 Oktober 2017   19:58 Diperbarui: 1 Oktober 2017   20:06 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun Tara, masih duduk di bangku SMP, tapi hidup mengopernya ke sana ke mari. Berkeliling Kampung Belantik dan kampung-kampung lain di seantero tanah Melayu melanjutkan sirkus peninggalan ayahnya. Tempat di mana Hobri menjadi badut, Tara sendiri sebagai mandor kecil. Kemampuan seninya begitu tinggi menurun dari ibunya. Ia sangat pandai mendekor dan menggambar. Hampir semua properti sirkus dirancang Tara dan ibunya. Berdua mereka bersama menantang hidup yang harus terus dilanjutkan.

Berlatih, berlatih, berlatih, jatuh, jatuh, jatuh, bangkit, bangkit, bangkit, berlatih, berlatih, berlatih. Tim sirkusnya berhasil. Tapi gagal lagi dan akhirnya bangkrut karena terlalu banyak hutang sana sini. Satu-satunya hal yang menghibur dirinya adalah menggambar wajah "sang pembela" sekali di awal bulan, di hari Jumat. Tanpa lupa setiap hari jika bertemu orang yang mirip si pembela, Tara dengan sumringah selalu bertanya, "Kaukah yang membelaku waktu itu?"

Apakah Tara dan Tegar akan saling berjumpa? Adakah Teguh akhirnya mengetahui Tara adalah "layang-layang" dan Tara mengetahui Teguh adalah "sang pembela"? Bagaimana mereka akan mengetahui masing-masing ketika wajah mereka semakin dewasa dan berubah?

"Cinta akan memihak pada mereka yang menunggu"kata Hobri lagi.

Cinta akan selalu memihak pada mereka yang sabar menunggu saat yang tepat. Tidak seperti kisah-kisah lain yang mengedepankan "cerita cinta", kisah "Hobri dan Dinda" dan "Tegar dan Tara" menjadikan unsur itu berada di belakang layar. Tidak lantas harus selalu jadi yang utama. Jadi, barangkali pesan Andrea pada orang-orang yang jatuh cinta. Hei anak muda, tidak usah buru-buru, tunggu saja."Cinta" pasti akan berpihak padamu suatu saat. Kerjakan hal lain yang benar-benar penting sehingga ketika tiba, kalian menjadi semakin kuat, tepat, dan layak.

Dua cerita ini meski berbeda tapi saling bertaut menguatkan posisi satu sama lain. Melanggengkan benang merah masing-masing. Cerita ini, bagi saya, lebih pada tentang kisah tokoh-tokohnya yang ditampilkan dengan karakter sangat kuat. Ada Tara, ada Tegar, ada Hobri. Juga sekumpulan warga di kampung Melayu yang ternyata bersekongkol berjuang mengusir tokoh kebatilan dari kampung mereka. Sepertinya, Andrea hendak membuat karakter itu jadi contoh dan sentra dalam Sirkus Pohon. Jalin jemalin kisah dalam 87 bab pendek-pendeknya jadi lebih hidup.

Lebih penting lagi, tentang tema yang selama ini tidak banyak kita ketahui: sirkus keliling. Termasuk kisah dunia sirkus yang diceritakan Tara, kepada Hobri. Indonesia, sejak tahun 70-an sempat ramai dengan aneka pertunjukan rakyat, termasuk sirkus keliling. Lalu mulai melemah sejak akhir 90-an. Ia juga bercerita tentang kisah pilu badut Emmeth Kelly, yang berlari pontang panting sambil menangis membawa ember berisi air. Mencoba menumpas api yang melahap usaha sirkusnya pada satu sore kelam tahun di Connecticut, Amerika Serikat. Hari itu, dunia sirkus mengenangnya sebagai "the day the clown cried".

Dalam Sirkus Pohon, banyak berceceran kisah-kisah lain dengan intrik yang lebih kompleks dan dalam. Dibaca sedikit makin nagih. Dibaca banyak-banyak, tidak terasa sudah habis. Baca Sirkus Pohon,  boi! Sangat layak kau tiru semangatnya Hobri dan Tara. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun