Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diseminasi Informasi oleh Orang-orang di Blogger Anging Mammiri*

25 November 2016   08:53 Diperbarui: 25 November 2016   09:07 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, sayang sekali, maaf sekali lagi, para blogger punya prinsip “DIBUANG SAJA, TIDAK USAH DISAYANG”. Dalam merangkai tulisan, kita harus tetap menyentuh sebuah benang yang namanya FOKUS. Kalau tulisan dianggap ngawur ke sana ke mari, buang saja. Jangan disayang-sayang.

Ilustrasi GM (Goenawan Mohamad) berikut mudah-mudahan bisa dipahami. Tukang bangunan selalu memasang benang ‘unting-unting’ untuk menjaga agar pasangan batu, tegel, dan hasil cor-an selalu lurus dan rapi.

Nah, benang itu juga yang harus selalu tersentuh pada saat menulis. Jangan sampai keluar terlalu jauh. Pembaca akan bosan dan tidak melihat adanya konsistensi dalam diri blogger. Bener, nggak? Hehe.

Cara yang diberikan Kak Ipul bisa dijadikan pedoman ringkas. Mula-mula, tentukan ide besar sebuah tulisan, lalu susun pernyataaan mendasar seputar ide menggunakan kerangka 5W1H. Langkah selanjutnya jawab dengan singkat pertanyaan tersebut, kemudian kembangkan jawaban dengan menambahkan data-data (hasil mini riset, wawancara, dan sebagainya). Terakhir, pilih alur tulisan.

Alur ini bisa berarti cara untuk menjelaskan sesuatu hal. Biasa yang paling mudah adalah alur kronologis, sesuai dengan urutan kejadian. Kemudian ada alur khusus-umum dan umum-khusus. Wah kebangetan nih kalo pada gak tau. Dosa sama guru Bahasa Indonesia tidak akan terampuni. Heheh. Selanjutnya ada alur sebab-akibat atau akibat-sebab.

Poin ketiga adalah menyajikan deskripsi. Jadi begini, kebiasaan kita dalam bertutur atau bahkan menulis adalah terlalu banyak menghamburkan KATA-KATA SIFAT. Pensifatan yang terlalu terhadap suatu objek atau peristiwa itu akan membuat tulisan menjadi terlalu ringan dan membosankan. Cantik, Bagus, Keren, Kaya, Miskin adalah kata-kata yang terlalu sering tampil di setiap tulisan. Padahal sebenarnya, keadaan itu tidaklah melulu sama.

Sebaiknya, kata sifat itu digambarkan sedemikian rupa menjadi sebuah deskripsi yang menggambarkan objek tersebut –biarkan pembaca yang menilai- sesuai dengan karakter yang inginkan. Caranya hanya dan akan selalu hanya pada: kekuatan deskripsi.

Kalau kata Om Lelaki Bugis, deskripsi membantu penulis menghindarkan dirinya dari penyematan label/asumsi yang berlebihan pada orang/objek. Biarkan indra memaksimalkan fungsinya dan tugas kita adalah menuliskannya sehingga menjadi latar suasana yang mengagumkan.

Nah, makanya, Om LeBug selalu mewanti-wanti agar para blogger memiliki waktu yang cukup untuk melakukan observasi. Memang penilaian kita akan menjadi objektif terhadap sesuatu, tapi itulah pengamatan, sebuah praduga tanpa konfirmasi.

Nantinya akan terkonfirmasi sendiri setelah dilakukan serangkaian wawancara/riset dengan orang yang menjadi objek tulisan. Begitu katanya.

Deskripsi membuat tulisan menjadi lebih hidup, mendekatkan pembaca pada objek yang kita tulis. Tapi, terlalu banyak deskripsi juga membuat pembaca bosan, makanya perlu kehati-hatian dalam menggambarkan objek sehingga lagi-lagi tidak keluar dari FOKUS/KERANGKA –lagi-lagi- yang kita sudah patok sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun