Tidak punya kartu BPJS pun, masyarakat tidak boleh ragu lagi untuk datang ke Puskesmas, Rumah Sakit, atau klinik-klinik yang ada. Laporan akhir 2015 menyebutkan tersedianya sekitar 20.000 fasilitas kesehatan yang sesuai standar pemerintah.
Jika sistem ini berjalan dengan baik, masyarakat tidak lagi harus membeli obat-obatan dari apotek-apotek pasar atau apotek-apotek rakyat. Mereka langsung bisa menikmati secara gratis obat-obatan tersebut dari semua gerai apotek yang ditunjuk pemerintah. Karena kesehatan adalah modal utama yang dimiliki masyarakat untuk meningkatkan produktivitasnya.Â
Selama JKN-KIS ini berlangsung antara Desember 2014 dan Desember 2015, pemanfaatan layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri dari Puskesmas dan Klinik Pratama meningkat hingga 100 juta kunjungan dibandingkan sebelumnya hanya 66,8 juta kunjungan. Bahkan, di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut) seperti Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit meningkat dua kali lipat yang mencapai 40 juta kunjungan. Sedangkan total pemanfaatan layanan meningkat drastis hingga 63 persen di akhir 2015.
Sementara itu, jumlah fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, untuk Rumah Sakit Pemerintah ada penurunan jumlah dari 919 menjadi 857 (ini berarti diperlukan adanya perbaikan dalam sistem pelayanan untuk memenuhi standar) sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta meningkat dari 662 menjadi 990 (mengindikasikan kepercayaan pemerintah dan masyarakat terhadap kualitas layanan di rumah sakit tersebut)
Secara umum, capaian BPJS Kesehatan tahun 2015 mencatatkan pendistribusian KIS kepada Penerima Bantuan Iuran (PBI) mencapai 87 juta kartu. Sedangkan jumlah penerima PBI sebanyak 105 juta jiwa.
Artinya apa? sekitar lebih dari 62% persen masyarakat Indonesia peserta BPJS Kesehatan merasakan manfaat langsung yang begitu besar dari iuran bulanan yang selama ini kita kumpulkan bersama.
Udara sega juga dirasakan masyarakat dalam kaitannya dengan daya beli. Ekonomi bertumbuh dengan perlahan. Rilis hasil riset yang dikeluarkan oleh PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia) menyebutkan bahwa sepanjang 2014, JKN berkontribusi sebanyak 18,66 triliun. Dana paling besar terserap dalam meningkatknya perbaikan fasilitas kesehatan, semisal konstruksi rumah sakit yang membutuhkan 8,36 triliun rupiah.
Kemudian disusul oleh terbukanya lapangan kerja yang berkaitan erat dengan bidang kesehatan dan keafiatan publik yang menghabiskan dana 4,2 triliun, lalu 4,4 triliun membangun industri kesehatan, dan untuk obat-obatan senilai 1,7 triliun rupiah. Hal ini jelas berdampak sangat logis pada bergairahnya industri hilir yang dikelola masyarakat.
Data 2015 menyebutkan, sekitar 57,1 triliun rupiah telah digelontorkan hingga Desember. Bandingkan dengan data per-Maret di tahun yang sama hanya 13,7 triliun rupiah. Peningkatan ini sejalan dengan kepercayaan masyarakat terhadap JKN yang terintegrasi ke dalam agenda nasional dan mencakup seluruh rakyat Indonesia.
Nah, semua capaian-capaian di atas, tentu saja… tentu saja…, dibutuhkan biaya yang tidak kecil untuk mewujudkannya dengan torehan terbaik.
Pada akhirnya, butuh kita semua. Butuh semua kerja sama dari masyarakat Indonesia. Siapa tau akan ada fasilitas kesehatan yang dibangun di pelosok-pelosok nusantara dengan peralatan dan petugas yang memadai. Di rumah-rumah pohon di pedalaman Sulawesi, di pegunungan-pegunungan Papua, di ujung-ujung belantara Kalimantan, dan di semua tempat. Â Â