Sekitar dua tahun silam, saya punya anak murid yang memiliki bakat dalam berkesenian, khususnya menggambar. Baginya, tiada hari di kelas tanpa mencorat-coret sebidang kertas dan menghiasinya dengan berbagai macam warna. Namanya Kelvin.
Kakaknya yang juga bersekolah di tempat yang sama, kadang kesal dan marah pada Kelvin karena baik di rumah dan di sekolah, kerjanya hanya menggambar dan menggambar. Begitu juga orang tuanya. Sekolah kami terletak di sebuah distrik pegunungan, Papua Barat.
Buku gambar yang dimilikinya selalu saja penuh, dan ini membuat saya harus mengambil stok yang baru di sekolah untuknya. Saya sangat paham, dan sangat mendukung setiap apa yang diupayakan oleh Kelvin. Ya, setiap anak unik dengan caranya masing-masing.
Dan hal inilah yang saya sering saya sampaikan ke orang tua Kelvin. Tugas saya ‘mengamankan’ posisi Kelvin jika keluarganya protes dan marah-marah. Sampai, pada suatu ketika, Kelvin menggambar sebuah model pesawat yang dikelilingi oleh latar kampung dan gunung gemunung yang mengelilinya.
“nak Kelvin, kamorang ini ada gambar apa?” selidik saya.
“ooo, pa’ guru, ini pesawat Pikpik (nama Kampung kami). Beta mau buat yang seperti ini supaya kitorang nanti orang-orang kampung bisa pi (pergi) Manokwari (Ibu kota Papua Barat) trus bisa beli barang-barang, depu (dia punya) harga itu murah.”jelasnya.
Akses darat dan pulau-pulau terluar yang sulit di daerah Papua, harga-harga yang jauh dari normal dan biaya komunikasi yang juga tidak murah adalah hal yang biasa. Dan Kelvin, sudah lebih dulu ber-imaji bagaimana itu bisa dipecahkan dengan pikiran kanaknya. Ide dan jiwanya mendahului usianya.
Kelvin, kelas III SD yang belum lancar perkalian tujuh hingga sembilan karena sibuk dengan pensil warna dan kertas. Bahwa Kelvin punya cita-cita yang besar untuk terus berkreasi dengan tangan dan imajinasinya, itulah hal yang harus orang tua pegang sekaligus support dengan teguh. Juga orang-orang tua yang lain.
Tahun mendatang, tentu, Kelvin sudah duduk di kelas enam. Saya tidak bisa menebak, (tapi) semoga ada rencana kecil yang telah dibuat oleh orangtuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMP.
Cerita tentang Ana Mustamin
Tersebutlah, pada suatu masa yang lampau ada seorang anak perempuan lincah, punya bakat berkesenian juga –sama dengan Kelvin-, dan jago eksakta di sebuah perkampungan kecil di Bone Sulawesi Selatan. Sejak masa kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dalam dunia kepenulisan.