Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Apapun) Cita-cita Anak, Orang Tua (Sebaiknya) Mendukung

9 September 2016   20:17 Diperbarui: 9 September 2016   20:25 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tapi, tentu saja, ide-ide menulis yang bertumbuh di kepalanya, ia peroleh dari berbagai sumber bacaan yang terseia di rumahnya kala itu. Kondisi lingkungan yang direkayasa orang tua perempuan pengarang buku “Perempuan Perempuan”ini mendukungnya untuk belajar, membaca, dan menjelajah ruang-ruang ide. Apa saja.  

 “tulisan saya sudah dimuat di harian salah satu harian di Sul-Sel waktu itu, kolom anak-anak, namanya Mimbar Karya, sewaktu kelas 5 SD” kata Ibu Ani sumringah mengingat masa kanaknya.

Bakat yang menjadi keterampilan ini terus diasahnya oleh Ana Mustamin hingga memasuki masa remaja. Dan pada akhirnya, karyanya berhasil diterbitkan secara nasional dalam majalah Gadis!di umur 15 tahun. Orang tua, tak bisa dipungkiri, sebagai aktor yang sangat baik dalam menunjang apa yang menjadi passion dan kecintaannya, demi mewujudkan cita-cita anak.

Ada adagium terkenal di kalangan administrator,  “gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan”. Setelah sadar akan potensi dan minatnya yang cukup besar untuk menulis, Ibu Ana Mustamin masuk di jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin. Lalu, gelar kedua ia peroleh di Universitas Indonesia untuk spesialisasi marketing communication.

Dari staf biasa di Bumitera Makassar di awal 90-an hingga sekarang menempati jabatan di pucuk dewan direkasi, nilai plus “label penulis” begitu menguntungkan menurutnya. Ia sebut bahkan, ‘jalan tol untuk mempercepat kenaikan karirnya’. Dengan kata lain, cita-cita Ibu Ana, berbalas dengan sangat manis.

“Hobiku adalah pekerjaanku”Kesyukuran Ibu Ana sangatlah besar. Bakatnya menulis sejak masa kanak mengantarkan kariernya melesat jauh. Bahkan di sela-sela aktivitas, sampai saat ini beliau aktif menghadiri forum-forum yang bernafaskan literasi. Ia membacakan puisi, membincangkan karyanya di berbagai tempat, menerbitkan buku, menjadi editor, dan banyak lagi.

Memang tidak adil rasanya, saya membandingkan kisah Kelvin dan Ana Mustamin, tapi, saya berhasil memetik pelajaran baru dari segi perencanaan pendidikan anak. Atau dalam skala lebih besar, bagaimana perencanaan tersebut memengaruhi percepatan pembangunan manusia Indonesia ke depan dengan bekal pendidikan yang lebih baik.   

Jika disimpulkan, ada beberapa nasehat dari seorang Ana Mustamin tentang bentangan hidupnya, utamanya kepada para orang tua ataupun calon orang tua kelak:

Pertama: sedia payung sebelum hujan. Untuk anak, orang tua harus selalu punya perencanaan yang baik untuk keberlangsungan hidup (kesehatan dan pendidikan) mereka ke depan. Perencanaan yang baik adalah bentuk kewaspadaan orang tua dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah, sehingga ketika hujan dan segala bentuk resiko benar-benar datang menghampiri, orang tua bisa dengan lega berucap, “saya sudah menyiapkan payung”. Salah satunya, dengan ikut ber-asuransi.

Kedua: penuhi ambisi anak, bukan ambisi orang tua.Orang tua memaksakan sesuatu yang bukan merupakan kemauan anak sendiri. Pada akhirnya, anak hanya menjadi alat untuk memenuhi dan memuaskan sejumlah keinginan orang tua.Jamaknya, pola-pola seperti ini sering terjadi pada lingkungan keluarga yang seragam. Anak harus menjadi dokter seperti ayah ibu nya lah, menjadi arsitek seperti bapaknya lah, meneruskan usaha keluarga dengan menjadi pengusaha lah, dan sebagainya. Ambisi-ambisi seperti ini sah-sah saja, tapi tidak dengan mematikan karunia terbesar yang mereka miliki: bakat dan minat anak.

Ketiga: Ciptakan lingkungan di rumah yang membantu mengenali dan membentuk cita-cita anak.Di sini, kata kuncinya adalah ‘rekayasa lingkungan’. Di dalam rumah, orang tua membantu menciptakan situasi yang merangsang anak untuk menemukan kesukaan mereka. Misalnya, dengan mengatur sedemikian rupa buku-buku di dalam rumah –dibuat dengan kesan rapi atau berantakan tidak masalah- dengan berbagai macam gambar dari berbagai bidang, fiksi hingga ilmu pengetahuan. Perlakuan yang datang dari orang tua untuk mendukung tumbuh kembang ke arah yang diinginkannya, barangkali, saya pikir pilihan yang begitu bijaksana dan demokratis.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun