Mohon tunggu...
Mujahidil Anshari
Mujahidil Anshari Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Problematika Penyebutan Non-Muslim dan Kafir di Indonesia

6 Maret 2019   17:03 Diperbarui: 2 April 2019   00:21 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam al-Qur'an sendiri sudah mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berasal dari satu jenis (QS.An-Nisa:1), kemudian berkembang biak melalui hubungan perkawinan, membentuk keluarga kecil yang kemudian meningkat menjadi keluarga besar (QS.al-Furqan:54), lalu berkembang terus dalam bentuk suku, ras, dan bangsa (QS.al-Hujurat:13) dan menjalin interaksi sosial dalam berbagai bidang kehidupan (QS.al-Zukhruf:32). Jalinan interaksi ini tidak saja dapat dibina antara sesama orang-orang Islam, tetapi juga dapat, bahkan harus, menjebol dinding-dinding dan sekat-sekat keluarga, kelas, suku, rasial, bangsa, dan agama sekalipun.

Dengan kata lain , al-Qur'an sama sekali, tidak menghalangi umat Islam untuk membina hubungan sosial dengan orang non-muslim, termasuk orang-orang kafir. Yang penting, hubungan sosial itu tidak menyebabkan terganggunya, apalagi terancamnya, kehidupan agama si Muslim, ataupun kehidupan Islam secara keseluruhan.

Dengan demikian, perbedaan agama dan keyakinan tidak dapat dijadikan dalih oleh orang seorang Muslim untuk menjauhi atau memusuhi orang lain. Berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang bukan Muslim, atas dasar kemanusiaan adalah perilaku etis yang sangat Islami. QS. Luqman: 14-15, justru memerintahkan manusia agar senantiasa tunduk dan patuh kepada kedua orang tua, meskipun keduanya musyrik. Setiap perintah yang datang dari keduanya harus dijalankan dengan penuh taat, kecuali perintah yang membawa kepada kemusyrikan dan kekafiran. Ungkapan "wa sahib huma fi al-dunya ma'rufan" (pergauilah keduanya di "dunia" dengan penuh kearifan) memberi indikasi bahwa kerja sama dan saling bantu dengan kaum non-Muslim hanyalah terbatas pada hal-hal yang menyangkut urusan dunia dan tidak menyangkut urusan-urusan keagamaan, dalam arti khusus (akidah, ibadah, hal-hal yang menyangkut agama itu sendiri).

Perbedaan dan keberagaman (pluralisme) dalam bidang agama dan kepercayaan, tampaknya telah menjadi hukum Tuhan yang tidak dapat diubah. Karena itu, tugas Rasul dan para pengikutnya bukanlah untuk mengislamkan atau memukminkan seluruh manusia, apalagi dengan cara paksaan. Tugas mereka tidak lebih dari berdakwah dan bertabligh, yakni menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan kepada manusia secara bijaksana, dengan nasehat dan wejangan yang baik, atau melalui dialog-dialog terbuka dan perdebatan-perdebatan yang jujur, logis, rasional. Rasul bukanlah pemaksa melainkan pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira. Wallahu a'lam bisshawab

Sumber:

Cawidu, Harifuddin. 1991. Konsep Kufr dalam Al-Quran; suatu kajian teologis dengan pendekatan tafsir tematik. Bulan Bintang: Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun