Di dalam al-Qur'an sendiri sudah mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berasal dari satu jenis (QS.An-Nisa:1), kemudian berkembang biak melalui hubungan perkawinan, membentuk keluarga kecil yang kemudian meningkat menjadi keluarga besar (QS.al-Furqan:54), lalu berkembang terus dalam bentuk suku, ras, dan bangsa (QS.al-Hujurat:13) dan menjalin interaksi sosial dalam berbagai bidang kehidupan (QS.al-Zukhruf:32). Jalinan interaksi ini tidak saja dapat dibina antara sesama orang-orang Islam, tetapi juga dapat, bahkan harus, menjebol dinding-dinding dan sekat-sekat keluarga, kelas, suku, rasial, bangsa, dan agama sekalipun.
Dengan kata lain , al-Qur'an sama sekali, tidak menghalangi umat Islam untuk membina hubungan sosial dengan orang non-muslim, termasuk orang-orang kafir. Yang penting, hubungan sosial itu tidak menyebabkan terganggunya, apalagi terancamnya, kehidupan agama si Muslim, ataupun kehidupan Islam secara keseluruhan.
Dengan demikian, perbedaan agama dan keyakinan tidak dapat dijadikan dalih oleh orang seorang Muslim untuk menjauhi atau memusuhi orang lain. Berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang bukan Muslim, atas dasar kemanusiaan adalah perilaku etis yang sangat Islami. QS. Luqman: 14-15, justru memerintahkan manusia agar senantiasa tunduk dan patuh kepada kedua orang tua, meskipun keduanya musyrik. Setiap perintah yang datang dari keduanya harus dijalankan dengan penuh taat, kecuali perintah yang membawa kepada kemusyrikan dan kekafiran. Ungkapan "wa sahib huma fi al-dunya ma'rufan" (pergauilah keduanya di "dunia" dengan penuh kearifan) memberi indikasi bahwa kerja sama dan saling bantu dengan kaum non-Muslim hanyalah terbatas pada hal-hal yang menyangkut urusan dunia dan tidak menyangkut urusan-urusan keagamaan, dalam arti khusus (akidah, ibadah, hal-hal yang menyangkut agama itu sendiri).
Perbedaan dan keberagaman (pluralisme) dalam bidang agama dan kepercayaan, tampaknya telah menjadi hukum Tuhan yang tidak dapat diubah. Karena itu, tugas Rasul dan para pengikutnya bukanlah untuk mengislamkan atau memukminkan seluruh manusia, apalagi dengan cara paksaan. Tugas mereka tidak lebih dari berdakwah dan bertabligh, yakni menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan kepada manusia secara bijaksana, dengan nasehat dan wejangan yang baik, atau melalui dialog-dialog terbuka dan perdebatan-perdebatan yang jujur, logis, rasional. Rasul bukanlah pemaksa melainkan pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira. Wallahu a'lam bisshawab
Sumber:
Cawidu, Harifuddin. 1991. Konsep Kufr dalam Al-Quran; suatu kajian teologis dengan pendekatan tafsir tematik. Bulan Bintang: Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H