Mohon tunggu...
Mujahidien Dalary
Mujahidien Dalary Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati agama, sosial, budaya dan kesehatan alami

Saya punya hobi membaca buku-buku tentang keagaaman (Islam), Filsafat, Politik, Hukum dan lain lain, selain itu saya senang menulis meski tidak terlalu rutin melakukannya. Melalui blog kompasiana ini saya ingin meningkatkan kemampuan saya menulis menjadi lebih baik lagi, agar suatu saat tulisan-tulisan ini bisa saya bukukan sebagai legacy untuk anak dan keturunan saya kelak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tatkala Masa Depan Ditentukan di Pengadilan Agama

8 Oktober 2023   16:55 Diperbarui: 8 Oktober 2023   17:04 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari senin pagi 9 Agustus 2021, saya sudah bersiap-siap menuju kantor Pengadilan Agama Kota Bekasi untuk memenuhi undangan salah seorang keponakan saya yang akan mengurus surat penetapan ahli warisnya setelah kedua orang tua meninggal dunia. 

Ayahnya meninggal sekitar tahun 1988, sedangkan ibunya meninggal dunia tahun 2020. Saya diminta oleh keponakan saya yang bernama kurniansyah untuk menjadi saksi dalam persidangan penetapan ahli waris di Pengadilam Agama Kota Bekasi.

Meskipun saya tinggal di wilayah bekasi, tapi baru kali ini saya mengunjungi kantor Pengadilan Agama di wilayah tersebut. Bahkan di kantor Pengadilan Agama manapun saya belum pernah masuk sekalipun ke kantor semacam itu. 

Biasanya di Pengadilan Agama, yang saya ketahui orang sering mengurus masalah perceraian dan waris, tapi kebanyakan memang yang lebih berhubungan dengan masalah perceraian antara suami dan istri.

Sekitar pukul 09.00 wib pagi saya sudah tiba di jalan yang menuju ke kantor Pengadilan Agama Bekasi, meskipun saya sendiri tidak pernah tahu persis lokasi kantor tersebut, tapi zaman sekarang ini sangat mudah sekali mencari lokasi yang kita tuju dengan memanfaatkan teknologi peta google alias google map. Alhamdulillah jalan yang saya lalui itu benar menuju kantor Pengadilan Agama Kota Bekasi. 

Begitu hampir mendekati kantor tersebut, justru saya malah jadi ragu, karena di pinggir jalan kanan kirinya dipenuhi oleh banyak orang. Untuk menghilangkan keraguan saya, maka saya pun memanggil salah seorang juru parkir yang ada di pinggiran jalan itu. 

"Bang, maaf saya mau nanya, apa benar ini kantor Pengadilan Agama kota Bekasi?" tanya saya kepada juru parkir tersebut. Lalu dia pun menjawab, "Iya betul pak. Lalu saya minta dia untuk memberi saya tempat parkir, dia kasih saya tempat parkir di sisi kanan jalan yang sangat berdekatan sekali dengan warung yang ada di pinggiran.

Setelah saya parkirkan mobil ditempat yang disediakan tersebut, saya pun menghampiri juru parkir tersebut sambil saya kirimkan pesan singkat melalui telepon genggam kepada keponakan untuk menginformasikan posisi saya yang sudah ada di depan kantor pengadilan Agama Kota Bekasi. 

Berhubung di sana tidak ada orang yang saya kenal kecuali abang sang juru parkir yang baru saja saya kenal itu, maka sambil menunggu balasan pesan dari keponakan, saya pun berinisiatif mengajak ngobrol juru parkir tersebut. 

"Ramai juga ya bang kantor pengadilan agama bekasi ini ?" 

Juru Parkir itu pun menjawab, "iya pak, hampir tiap hari ramai kayak begini, apalagi selama musim pandemi covid 19 ini, rata -- rata yang datang ke pengadilan agama ini orang yang mengurusi perceraian". 

Saya agak terkejut dengan jawaban juru parkir ini. Selama ini saya hanya mengetahui melalui media sosial bahwa jumlah orang yang bercerai di pengadilan agama terus meningkat, tapi begitu saya menyaksikan sendiri di pengadilan agama bekasi, ternyata memang sangat ramai sekali yang mengurus perceraian di sana. Rata--rata yang datang kesana adalah para wanita muda, entah mungkin mereka menikah dalam usia muda atau memang kebanyakan angka perceraian itu terjadi di kalangan wanita muda.

Tiga puluh menit kemudian, saya dapat balasan pesan di telepon genggam dari keponakan saya, lalu saya pun beranjak dari tempat saya berdiri bersama juru parkir menuju ruangan kantor pengadilan agama bekasi. Tak lupa saya sapa sambil pamitan kepada juru parkir itu, "bang, saya mau masuk ke ruangan pengadilan agama dahulu ya, karena keponakan sudah kirim pesan singkat ke saya nih". "Oh iya, baik pak", jawab sang juru parkir tersebut.

Saya pun akhirnya dapat berjumpa dengan keponakan dan beberapa orang yang bersama dengannya. Sambil menunggu panggilan sidang, kami saling bercakap cakap dan menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan sidang tersebut. 

Sekitar 30 menit kemudian, terdengar panggilan untuk sidang dari pengeras suara yang ada di ruangan tunggu lantai 1. Kami pun bergegas menuju ruang sidang, lalu setiba didalam ruang sidang kami mulai menghadapi berbagai pertanyaan dari majelis hakim yang berkaitan dengan materi sidang tentang ketetapan hak waris dari keluarga keponakan saya tersebut.

Hanya dalam waktu kurang lebih satu jam persidangan akhirnya selesai walaupun belum sampai kepada putusan majelis hakim karena masih ada beberapa kekurangan dokumen yang harus dilengkapi oleh keponakan saya dan pengacaranya yang turut serta dalam persidangan tersebut.

Setelah itu kami keluar dari ruang persidangan, kami sempat berdiskusi kecil di ruang tunggu lantai 1 berkaitan dengan kekurangan dokumen yang diminta oleh majelis hakim tadi. 

Saya tidak ikut terlibat jauh dalam masalah ini karena keponakan saya ini sudah memiliki pengacara yang lebih memahami apa yang harus dilakukan selanjutnya dalam pengurusan ketetapan hak waris tersebut.

Pengalaman pertama saya mengikuti sebuah persidangan saat itu serta melihat ramainya area gedung pengadilan agama bekasi oleh orang -- orang yang mencari keadilan dan masa depan mereka didalam ruang sidang.

Yang paling saya soroti tentunya orang--orang yang mengajukan gugatan cerai terhadap pasangannya. Dan apa yang saya sering dengar dan baca di beberapa media cetak ataupun elektronik, bahwa angka perceraian setiap tahunnya itu meningkat, ternyata memang benar seperti yang saya saksikan di area pengadilan agama bekasi. Bahkan menurut media kompas.com angka perceraian di wilayah Kota Bekasi sepanjang tahun 2020 berjumlah 4.061 kasus perceraian (kompas.com}, tentu di tahun berikutnya yaitu tahun 2021-2023 angka perceraian tersebut semakin meningkat.  

Betapa mirisnya kondisi kehidupan berumah tangga di negeri ini jika sebagian besar permasalahan dalam rumah tangga harus diselesaikan di dalam ruang pengadilan agama. 

Menentukan masa depan di Pengadilan Agama bukanlah satu satunya cara terbaik dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga terlebih lagi jika melihat adanya anak -- anak yang harus menanggung beban mental setelah terjadinya perceraian kedua orang tua mereka.

Ini harus menjadi pembelajaran bagi kita semua agar tidak mudah menentukan masa depan rumah tangga di ruang pengadilan agama, kecuali jika keadaan yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi selain dengan jalan persidangan pengadilan agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun