Terakhir, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan. Penelitian dan pengembangan harus difokuskan pada inovasi yang relevan dengan kebutuhan petani lokal. Sektor swasta dapat berperan dalam menyediakan teknologi dan pasar, sementara masyarakat sipil dapat memastikan bahwa kebijakan yang dibuat berpihak pada petani kecil dan lingkungan.
Astacita Poin kedua
Dalam konteks Astacita poin kedua, yaitu memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru, perwujudan dari swasembada pangan memerlukan perhatian serius pada sektor pertanian, khususnya dalam mengatasi permasalahan yang dialami petani dan lahan di Indonesia. Ketahanan pangan tidak hanya berarti mampu memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia, tetapi juga memastikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan, adil, dan ramah lingkungan.
Saat ini, tantangan terbesar adalah menciptakan sistem pertanian yang tidak hanya produktif tetapi juga resilien terhadap perubahan iklim dan tantangan global lainnya. Krisis iklim telah memengaruhi pola curah hujan, ketersediaan air, serta munculnya hama dan penyakit baru. Lahan pertanian yang rusak akibat penggunaan kimia berlebihan menjadi kurang mampu mendukung produktivitas yang stabil, membuat petani semakin rentan terhadap kerugian.
Pemerintah dan pihak terkait harus menyadari bahwa petani Indonesia adalah garda terdepan dalam memastikan ketersediaan pangan. Namun, untuk menjalankan perannya dengan optimal, mereka membutuhkan dukungan yang terintegrasi. Tidak hanya bantuan finansial, tetapi juga pendampingan teknis yang memadai, kebijakan yang berpihak, serta akses ke pasar yang adil. Keterlibatan petani dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pertanian juga harus ditingkatkan, sehingga mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas kebijakan yang diterapkan.
Dalam jangka panjang, reformasi agraria yang menyeluruh menjadi solusi strategis untuk mengatasi permasalahan luas lahan yang sempit. Program redistribusi lahan dapat menjadi upaya untuk memastikan bahwa petani kecil memiliki lahan yang cukup untuk mendukung produksi pangan mereka. Namun, reformasi ini harus dibarengi dengan penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung, seperti sistem irigasi, akses ke pupuk organik, dan fasilitas pasca-panen.
Selain itu, pengembangan ekonomi hijau di sektor pertanian dapat menjadi peluang besar. Praktik-praktik seperti agroforestri, pertanian organik, dan diversifikasi usaha tani tidak hanya meningkatkan pendapatan petani tetapi juga membantu memulihkan ekosistem yang rusak. Contoh keberhasilan di beberapa daerah menunjukkan bahwa petani yang beralih ke praktik pertanian berkelanjutan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga keseimbangan ekologi.
Hari Tanah Sedunia 2024 adalah momentum yang tepat untuk merefleksikan dan mengambil langkah konkret. Tanah adalah aset vital yang harus dilestarikan, dan petani adalah penjaga utama aset tersebut. Dengan kondisi tanah yang sehat dan petani yang sejahtera, Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa depan. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa untuk memastikan bahwa tanah pertanian Indonesia tetap subur, produktif, dan berkelanjutan, sehingga Astacita poin kedua dapat terwujud dengan optimal./jb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H