Ada tudingan partai politik tidak mampu melahirkan kader kader berkualitas dan kebingungan dalam mengajukan calon saat pilkada. Hal ini mengacu pada pertanyaan tidak cukupkah kader-kader mendongkrak dalam mendongkrak suara partainya?Â
Pada bagian lain situasi ini membuka pintu dan bisa jadi jalan pintas bagi tokoh-tokoh ini bisa maju jadi pemimpin daerah tanpa mendaftar independen.Â
Ini diperkuat dengan fenomena yang menarik para partai beramai ramai menjagokan tokoh yang sudah dikenal dan bukan berasal dari kader partai.
Ada beberapa faktor yang mungkin bisa menjelaskan mengapa banyak partai di Indonesia seperti berebut tokoh dalam Pilkada hingga Pilpres.Â
Jadi, di antaranya adalah Dinamika Politik Lokal: Di tingkat lokal (Pilkada), partai-partai seringkali mencari tokoh yang dianggap memiliki popularitas atau basis dukungan yang kuat di daerah tersebut.Â
Hal ini dapat berarti bahwa partai tidak hanya mencari kader terbaik secara mutu, tetapi juga mereka yang memiliki daya tarik elektoral yang besar.
Pertimbangan berikutnya adalah Kompetisi Elektoral yang Ketat. Kompetisi politik di Indonesia cenderung sangat ketat, terutama di tingkat nasional.Â
Partai-partai merasa perlu untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki tokoh-tokoh yang mampu bersaing dengan kandidat dari partai lain. Ini bisa mendorong partai untuk mencari tokoh-tokoh yang sudah dikenal di publik.
Selain itu petinggi partai juga melihat factor Keterbatasan dalam Mengembangkan Kader. Meskipun banyak partai politik memiliki program pengembangan kader, namun menghasilkan kader yang memiliki popularitas dan kapasitas yang cukup untuk bersaing di tingkat nasional atau bahkan lokal tidaklah mudah. Proses ini memerlukan waktu yang panjang dan upaya yang besar dalam pelatihan dan pengalaman politik.
Yang tidak bisa diabaikan juga oleh pengambil keputusan petinggi partai dalam hal ini adalah Faktor Popularitas dan Media.Â