Maka sebenarnya ketika dalam situasi seperti ini masih ada konflik antar Negara, perang dagang konflik perbatasan atau konflik politik, bisa dianggap sebagai tidak mengindahkan ancaman evil winter yaitu covid-19.
Evil winter itu covid-19 yang hingga hari ini telah menyebabkan pertumbuhan terkoreksi, pemasukan Negara macet, roda ekonomi banyak terhenti. Pabrik pabrik berhenti operasi. Pemerintah dan pemerintah daerah harus merevisi dan memotong anggaran untuk dialokasikan pada penangan covid-19.
Di Negara lain Singapura sudah menyatakan resesi. Begitu juga Jepang dan Jerman mengalami hal serupa. Jepang adalah macan asia. Jerman macan eropa.
Maka pademi covid 19 ini adalah peringatan bagi seluruh warga dunia untuk bersatu padu melawan bahaya dan ancaman besar tersebut. Ini baik dijadikan sebagai pemanasan atau warming up agar dunia ini terbiasa dan akrab dengan kerjasama. Kerjasama yang tulus dan mendalam. Bukan kerjasama dalam rangka promosi, dalam rangka investasi apalagi untuk meraih pengaruh politik.
Dunia harus bersatu menghadapi pademi ini karena tidak peduli seberapa kuat ekonomi suatu Negara, seberapa bagus fasilitas kesehatannya, seberapa hebat tentarannya, menghadapi covid19 nyatanya tidak pada berkutik.
Tidak ada Negara yang kebal terhadap evil virus ini. Itu baru satu aspek ancaman berbentuk virus. Padahal ada banyak ancaman lain seperti sampah plastic, pemanasan global, perubahan iklim ekstrim dan ancaman ancaman kemanusiaan dan lingkungan lainnya.
Baiknya kita ingat lagi bagian pidato ini sambil berharap covid-19 ini adalah the last winter: "tidak penting siapa yang duduk di "Iron Throne". Yang penting adalah kekuatan bersama untuk mengalahkan Evil Winter agar bencana global tidak terjadi. Agar dunia tidak berubah menjadi tanah tandus yang porak poranda, yang menyengsarakan kita semua."/jb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H