Sedangkan ulama fikih yang berpendapat bahwa nikah online itu sah dan membolehkannya, antara lain, misalnya mazhab Hambali, Wahbah Az-Zuhaili, dan yang lainnya beralasan bahwa syarat akad nikah harus dilaksanakan dalam satu ruang (ittihadul majlis) itu bermakna dalam satu waktu (ittihadul wakti) secara bersamaan (streaming atau real -time).Â
Jadi, ruang menjadi nisbi, dan yang ada dan abadi adalah waktu. Atas dasar inilah, tampaknya nikah online memenuhi itu. Bukankah salah satu dampak kemajuan dalam teknologi alat komunikasi sekarang ini, dunia menjadi sebuah desa yang takada lagi sekat?
Yang penting dalam prosesi akad nikah online bahwa semua pihak, yaitu wali nikah, calon mempelai pria, calon mempelai wanita (walaupun ketidakhadirannya tidak mengurangi sahnya akad nikah), dan para saksi menyaksikan dengan mata kepala dan mendengar secara jelas, dan tidak ada keraguan sama sekali.Â
Dalam hal ini, nikah online dianalogikan dengan jual beli online. Jadi, nikah online itu sama saja dengan jual beli online, di situ sama-sama prinsipnya ada akad atau "transaksi", yang penting jelas, dan tidak meragukan.
Demikian. Nikah online. Yang jelas, mengutip sabda Nabi, "Da' ma yuribuka ila ma la yuribuka." Hindari hal-hal yang meragukanmu menuju hal-hal yang tidak meragukanmu. Artinya, yakinlah! Jika tidak yakin, jangan. Itu bisa jadi masih ada noda dosa yang mengetsa di hatimu.
Sebagai catatan kaki, kayaknya tidak afdal jika tidak mengutip Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wallahualam bi al-shawab. Tabik. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H