Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikah Online, Sahkah?

19 Desember 2021   16:16 Diperbarui: 12 Januari 2023   20:44 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukankah prinsip hukum (peraturan) itu mestimya up to date, mengikuti sesuai perkembangan zaman?

Perbedaan pendapat itu berkisar pada soal syarat sahnya nikah, antara lain, utamanya terpenuhi rukun nikah, ada mahar, dan peristiwa nikah itu harus dilangsungkan pada waktu dan ruang bersamaan.

Artinya, peristiwa nikah itu (akad nikah) harus dalam satu waktu (real-time) dan satu ruang (ittihadul wakti wa ittihadul majlis). Tidak boleh ada jarak waktu dan terpisah ruang atau tempatnya. 

Juga, proses pengucapan ijab qobul antara wali nikah dan calon mempelai pria itu harus bersambung (al-ittishal), bertaut, berkelindan, tidak ada jeda, dan tidak ada hal-hal (ucapan atau kegiatan) yang tidak disyariatkan yang menyelingi.

Misalnya, tatkala prosesi ijab qabul, wali nikahnya mengucapkan, "Saya nikahkan dan saya kawinkan...dst." Lantas, calon pengantin pria ketika hendak menjawab, sontak melengos minta izin untuk seruput kopi, lalu balik lagi, dan buru-buru menjawab, "Saya terima nikahnya...dst." Ini jelas enggak boleh. Dan enggak sah akad nikahnya. Pasti diulangi ijab qabulnya.

Atau, karena kebiasaan sehari-hari kalau jawab selalu pakai kata "Siap!" Maka dia jawab, "Siap, saya terima nikahnya...dst." Nah, seperti ini juga enggak boleh, apalagi ditambah dengan menggunakan kata, "Siap Komandan" segala. Atau terselip ucapan, "Eh, lupa..." Ambyar pasti akad nikahnya.

Jika prosesi akad nikah atau peristiwa nikah tidak memenuhi semua syarat dan rukunnya itu, maka nikahnya dianggap tidak sah.

Dalam hal ini, makanya ada ulama fikih (hukum Islam) yang berpendapat bahwa nikah online itu tidak sah dan tidak membolehkannya (melarangnya), dan sebaliknya ada juga ulama fikih yang menganggap sah dan membolehkannya.

Ulama fikih yang berpendapat bahwa nikah online itu tidak sah dan tidak membolehkan (melarang), antara lain misalnya, mayoritas ulama mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Syekh Yusuf Al-Qardawi, dan yang lainnya, beralasan bahwa akad nikah itu harus disaksikan secara tatap muka dan hadir secara offline dalam satu waktu dan satu ruang (ittihadul wakti wa ittihadul majlis).

Mereka juga memandang bahwa akad nikah itu sakral, sehingga jika akad nikah dilaksanakan secara online bisa menghilangkan kesakralan akad nikah dan dikhawatirkan terjadi sikap mempermainkan prosesi akad nikah itu.

Selain itu, sering terjadi kendala atau gangguan pada jaringan internet yang menyebabkan prosesi akad nikah secara online terputus dan ijab qabulnya tidak bersambung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun