Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Dulu Kentungan, Sekarang Pelantang: Cara Bangunkan Sahur

1 Mei 2021   23:29 Diperbarui: 1 Mei 2021   23:49 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelantang atau pengeras suara (FOTO ANTARA Via Kompas.com)

"Tasahharu fainna fi al-sahuri barakah." Bersahurlah, sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkahan. (H. R. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).

Indonesia kaya dengan tradisi. Hampir setiap peristiwa selalu diiringi dan dibalut dengan tradisi. 

Dan setiap daerah di antero tanah air memiiki tradisi yang berbeda-beda. Termasuk yang berkaitan dengan peristiwa keagamaan.

Dalam momen puasa Ramadan pun tak luput dari balutan tradisi. Dari cara menyambut bulan suci Ramadan, berbuka puasa, tradisi sahur, dan lain-lain.

Dalam tradisi sahur, misalnya. Ada beragam tradisi untuk membangunkan orang bersahur.

Dulu ketika saya masih kanak-kanak ada tradisi yang menarik dan unik dilakukan oleh masyarakat untuk membangunkan orang bersahur. Anak-anak dan remaja biasanya dengan inisiatif dan kreatif  membangunkan orang untuk sahur.

Anak-anak dan remaja ini berkeliling kampung door to door sambil menabuh kentungan untuk membangunkan orang bersahur.

Itu dulu. Entah sekatang. Apakah ttadisi semacam itu dengan menabuh kentungan untuk membangunkan sahur masih tetap dilakukan atau malah sudah ditinggalkan di berbagai daerah di Indonesia.

Namun melihat realitas yang ada, tampaknya tradisi itu sudah mulai tergusur oleh kemajuan teknologi berupa pelantang atau alat pemgeras suara (populer disebut toa) yang ada di setiap masjid .

Realitas ini terjadi juga di masjid dekat rumah saya. Pelantang atau pengeras suara ini benar-benar difungsikan saban hari dari hari pertama puasa Ramadan sampai sekarang dalam rangka membangunkan masyarakat sekitar masjid itu untuk bersahur.

Kata-kata yang diucapkan marbot masjid itu jelas terdengar dan terngiang di telinga saya. Saya sampai hafal kata-katanya karena kata-kata yang sama persis, nyaris selalu diulang dan tidak diubah sama sekali redaksinya.

Kata-katanya seperti ini: "Sahuuur...sahuuur, ayo bangun sahur mumpung masih ada waktu!" dengan suara lantang terdengar menyeruak di udara lewat pelantang

Dan uniknya kata-kata yang sama persis terus diulang-ulang tanpa merasa bosan. Berkali-kali, berpuluh kali, atau mungkin bahkan beratus kali tanpa merasa takut bibirnya dower.

Memang benar lain dulu, lain sekarang tentang tradisi membangunkan sahur itu. 

Perangkat kentungan yang dulu digunakan untuk membangunkan orang bersahur otomatis digantikan dengan perangkat teknologi yang praktis lewat pelantang itu.

"Sahuuur...sahuuur, ayo bangun sahur mumpung masih ada waktu!" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun