Sekadar mengingat komentar dari beberapa pemikir Islam tentang dukacita Nabi. Kenapa Tuhan perlu menghibur Nabi dengan mengajaknya tamasya (jalan-jalan) itu? Bukankah Nabi itu adalah sosok yang kuat mentalnya dan orang pilihan? Kenapa Nabi pun berdukacita?
Jawabannya, karena Tuhan ingin menunjukkan (pesan) bahwa Muhammad itu, satu sisi adalah Nabi dan utusan Tuhan yang dibekali wahyu, tapi di sisi lain, Ia adalah manusia biasa (basyar).Â
Setara dengan manusia biasa lainnya. Ada dimensi kemanusiaan. Perasaan dukacita adalah manusiawi. Bedanya, Ia adalah Nabi, utusan Allah, yang diberi wahyu (Kitab Suci Al-Qur'an).
Senada jawabannya dengan kenapa Nabi harus makan, sakit, terluka, menangis, tertawa, berdukacita, menikah, berdagang, dan seterusnya yang merupakan sifat-sifat manusiawi. Pahami bahwa Muhammad itu adalah manusia biasa, sekaligus Nabi yang menerima wahyu.
Atau, jangan-jangan wacana pemikiran ini justru terasa berat dan mengerutkan dahi. Hal ini sebenarnya tergantung sudut pandang, pergumulan pemikiran, dan khazanah bacaan kita sendiri.
Isra mikraj adalah sebuah peristiwa perjalanan. Tahukah Anda, bahwa ada tiga peristiwa perjalanan sangat penting yang dialami Rasulullah Muhammad, dan menjadi tonggak sejarah peradaban Islam?
Tiga perjalanan itu adalah hijrah, haji, dan isra mikraj ini. Ingat, tiga-tiganya adalah sebuah perjalanan. Perjalanan dalam ruang dan waktu.Â
Peristiwa yang terjadi pada suatu masa, berabad-abad (15 abad) yang lalu, jejaknya masih terekam sampai sekarang, dan terawat sebagai warisan sejarah peradaban Islam.
Pertama, hijrah, perjalanan Nabi dari kota Makkah ke kota Madinah. Kedua, haji, perjalanan ritual Nabi menuju Baitullah (Ka'bah) di Makkah.Â
Ketiga, isra mikraj, perjalanan Nabi dari Masjidilharam Makkah ke Masjidilaqsa Yerusalem Palestina, lalu Nabi melanjutkan perjalanan naik menembus langit "dalam ruang dan waktu" sampai ke Sidratulmuntaha.Â
Yang menarik, terutama dalam perspektif spiritualisme dan tasawuf falsafi (filosofis), bahwa Nabi setelah naik (mikraj) berada pada zona nyaman dan posisi puncak spiritualitas yang sangat didambakan oleh para sufi, namun hebatnya Nabi justru tetap turun kembali ke bumi.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!