Bukan apa-apa, saya merasa agak berhati-hati atau sedikit "ngeri-ngeri sedap" menulis tentang politik itu. Salah satunya karena pernah diblok oleh admin itu dan kekhawatiran muncul respons negatif "di luar sana" yang bisa jadi bumerang.
Dari kejadian itu, ada beberapa draf tulisan saya tentang politik, akhirnya, saya urungkan untuk menayangkannya. Atau terpaksa saya menghindari dan memberi jarak untuk menulis soal-soal atau isu-isu politik.Â
Pada gilirannya, saya lebih baik melarikan diri dari tulisan-tulisan yang berbau politik, dan menulis soal-soal lain di zona aman dan nyaman saja.Â
Menulis di zona aman dan nyaman itu (di luar kategori politik), misalnya, adalah kategori humaniora (filsafat, edukasi, sosbud), hiburan (film, musik), wisata (travel, kuliner), gaya hidup, fiksiana, atau sekarang ada kategori baru, Lyfe.
Dulu, beberapa (tidak sedikit) tulisan saya tentang politik itu ternyata kerap tidak mendapat label apa pun (minus label). Di samping itu, kayaknya dulu itu saya tidak pernah menperhatikan label (tidak peduli mau dapat label atau tidak), atau jangan-jangan belum ngeh. Saya itu menulis-menulis saja. Enggak ngurusin gitu-gituan.Â
Padahal kalau saya buka-buka arsip tulisan saya yang dulu di awal saya menulis esai politik di sini, di Kompasiana, lumayan bagus, menarik, dan selalu aktual kok. Tidak jelek-jelek amat.Â
(Enggak apa-apalah, sesekali memuji diri sendiri, mumpung belum ada UU yang melarangnya. Juga, biarin aja dibilang, laut kok digaramin.)
Dus, saya tetap salut dan mengapresiasi Fery Widiatmoko dan Elang Salamina, pun Kompasianer lainya yang selalu getol dan secara khusus khusyuk menulis esai politik di Kompasiana ini.
Terlepas, ada yang bilang bahwa esai-esai politik di Kompasiana itu tidak lebih sekadar mengulang-ulang informasi dan isu politik yang sudah dilansir oleh media-media arus utama (mainstream), Kompas.com sebagai ibu kandung Kompasiana, misalnya, dan media-media lainnya.
Benarkah seperti itu? Yang jelas, realitasnya, esai-esai politik atau tulisan tentang politik di Kompasiana selalu laris manis, terpopuler, dan mendulang bejibun pembaca (viewers) yang tidak diragukan lagi.Â
Sekalipun, hampir jarang tulisan Fery Widiatmoko dan Elang Salamina tentang politik menjadi Headline (Artikel Utama), tapi justru esai politik mereka berdua itu sering menghuni rubrik "Tren Pekan Ini", bukan?