Dari situ, konsekuensinya adalah melahirkan sikap Abah Tjip dan Ibu Rose untuk selalu menerima dan tidak memungkiri adanya keragaman (pluralisme) dan perbedaan.Â
Abah Tjip dan Ibu Rose sama-sama memandang, bahwa keragaman (pluralisme) dan perbedaan itu adalah anugerah, alami dan fitrah (taken for granted). Keduanya selalu mementingkan sikap persaudaraan dalam perbedaan, dan perbedaan dalam persaudaraan.
Hatta, pada gilirannya sikap dan pemikiran Abah Tjip dan Ibu Rose yang memandang bahwa saling menghormati, saling menghargai, dan toleransi antar sesama itu adalah hal yang paling asasi dan sangat penting dalam menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan bersama.
Suka duka dalam mengarungi kehidupan bersama yang dikisahkan dan dibagikan dengan tulus oleh Abah Tjip dan Ibu Rose dalam tulisan-tulisannya di Kompasiana adalah "kitab kehidupan" berisi pengalaman hidup yang sangat berharga, bermanfaat, dan menginspirasi banyak orang.
Yang sangat mengagumkan dan perlu diteladan adalah sikap rendah hati dan keramahan yang dipraktikkan oleh Abah Tjip dan Ibu Rose dalam hubungan sosial, persaudaraan otentik, dan kekeluargaan di rumah bersama, Kompasiana.
Abah Tjip dan Ibu Rose tidak segan dan dengan rendah hati selalu menyempatkan waktu untuk berkeliling bersilaturahmi, menyapa, dan mengapresiasi hampir seluruh Kompasianer tanpa pandang bulu dan membeda-bedakan. Semuanya diperlakukan sama.
Ini adalah sikap rendah hati yang luar biasa dari Abah Tjip dan Ibu Rose. Adalah wajar dan sangat pantas menjadi sosok teladan, mendapat apresiasi dan penghargaan yang tinggi di Kompasiana dan hampir segenap Kompasianer.
Saya sangat berharap suatu saat, atau segera ada penerbit yang bersedia menerbitkan tulisan-tulisan Abah Tjip dan Ibu Rose di Kompasiana ini menjadi buku. Dengan begitu, akan lebih banyak lagi manfaat dan menjadi khazanah pemikiran inspiratif yang bisa dibaca banyak orang.
Demikian. Saya menganggit tulisan ini sebagai kado ulang tahun pernikahan yang ke-56 Abah Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata. Semoga berkenan.
Terakhir, tiada gading yang tak retak. Tiada seorang pun yang sempurna. Saya mohon maaf kepada Abah Tjip dan Ibu Rose yang terhormat, jika ada hal-hal yang tidak berkenan.Â