Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Sosok Ibu, Guru yang Membuat Anak Nyaman dan Percaya Diri dalam "Wonderful Life"

20 November 2020   21:43 Diperbarui: 21 November 2020   23:18 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pernah bilang dalam tulsan saya sebelumnya, bahwa dalam kasus-kasus tertentu, ibu (perempuan) kadang lebih kuat, lebih rasional, dan lebih maskulin ketimbang ayah (laki-laki), dan sebaliknya.

Coba saja Anda sesekali jalan-jalan di sepertiga malam menjelang subuh ke pasar-pasar tradisional (kalau di Jakarta ke pasar induk Kramatjati), pelelangan ikan (Muara Angke), pasar kue atau makanan (di Pasar Senen yang hanya beroperasi tengah malam sampai sekitar pukul 06.00 pagi), atau tempat-tempat lain yang serupa. 

Anda akan menyaksikan di tengah lalu-lalang kaki laki-laki, ada begitu banyak ibu atau perempuan. Mereka ada yang sudah senior atau ada juga yang masih paruh baya, tampak energik, kuat, cergas, dan penuh semangat, bela-belain menahan kantuk dan terpaan dinginnya malam yang menusuk.

Mereka bergerak hilir mudik sambil mengangkat (menggendong) karung, keranjang, peti, atau boks berisi buah-buahan dan sayur-mayur (pasar induk Karanatjati), berbagai macam kue dan makanan (pasar Senen), atau beragam jenis ikan (pelelangan ikan Muara Angke), mengais rezeki demi menghidupi keluarganya di pagi-pagi buta ketika sebagian orang lelap dalam tidurnya.

Baca juga: Belajar Akhlak dari Dua Kambing Betina 

Mereka adalah perempuan-perempuan kuat, pejuang hidup yang tidak terlihat lelah, dan tak kalah gesitnya dengan laki-laki. Artinya, Anda sebagai laki-laki, buanglah jauh-jauh pikiran yang menganggap bahwa perempuan itu makhluk yang lemah dan takberdaya.

Janda Beranak, Orang Tua Tunggal, dan Wanita Karier

Ilustrasi Salah satu adegan dalam film Wonderful Life (2016), tampak Amalia (Atiqah Hasiholan) dan anaknya, Aqil (Sinyo) di sebuah rumah makan. Pada plot adegan di rumah makan ini, penonton dibawa pada suasana keseruan, dan kelucuan, tapi paradoks, ironis, dan kurang edukatif. Meskipun alasannya kepepet dan terpaksa, kabur tidak membayar, terlepas di ujung film ini, ada adegan membayar dengan mengirim amplop berisi uang berikut foto si ibu dan anaknya/femina.co.id
Ilustrasi Salah satu adegan dalam film Wonderful Life (2016), tampak Amalia (Atiqah Hasiholan) dan anaknya, Aqil (Sinyo) di sebuah rumah makan. Pada plot adegan di rumah makan ini, penonton dibawa pada suasana keseruan, dan kelucuan, tapi paradoks, ironis, dan kurang edukatif. Meskipun alasannya kepepet dan terpaksa, kabur tidak membayar, terlepas di ujung film ini, ada adegan membayar dengan mengirim amplop berisi uang berikut foto si ibu dan anaknya/femina.co.id
Terlepas secara kasuistik, kepepet karena keadaan, atau mungkin karena tuntutan, adalah kenyataan, bahwa seorang ibu, wanita karier, orang tua tunggal, janda beranak, baik itu ditinggal cerai, ataupun suaminya meninggal, tetapi terbukti ia mampu melewati sendirian segala rintangan dan beban hidupnya. 

Ia survive, mampu membesarkan, menyekolahkan, mendidik, dan mengantarkan anak-anaknya untuk hidup nyaman bersamanya, percaya diri, bisa sukses, dan membanggakan. 

Dan, catat, ia melakukan dan menjalani semuanya itu sendiri, tanpa campur tangan suami (laki-laki) di sampingnya sebagai pendanping.

Saat saya melihat kenyataan itu, sering terlintas, berkelebat dalam pikiran saya, dan ini bisa saja subyektif juga klise, bahwa seorang ibu atau perempuan itu, dalam suatu kondisi tertentu, rasa-rasanya, benar-benar tidak membutuhkan laki-laki sebagai suami atau pendampingnya.

Sampai-sampai saya mendengar langsung dari seorang janda akibat cerai khususnya, berseloroh, "Suami? Punya laki lagi? No way, ngeribetin aja," katanya dengan menggoyang-goyangkan jari telunjuknya sembari menggigit bibirnya yang sensual, sengaja menyembunyikan senyumnya yang menggoda.

Maaf, saya bukan sedang mengangkat-angkat seorang ibu, perempuan, atau menafikan peran ayah, atau laki-laki. Bukan.

Melainkan, saya sedang ingin bercerita tentang realitas sisi kehidupan yang lain, dan ada di sekitar kita: Janda beranak, wanita karier, dan seorang ibu yang kuat.

Alasan yang sering muncul bahwa perempuan itu lemah, adalah perempuan itu jelas membutuhkan laki-laki, istri itu tidak bisa mandiri tanpa suami, dan anak-anak membutuhkan sosok ayah dalam proses perkembangan dan pertumbuhan psikologis dan sosialnya.

Ya, itu benar dalam satu sisi. Tapi pada sisi lain, ketika dalam kondisi yang berbeda, realitasnya adalah janda beranak, orang tua tunggal, wanita karier, maka alasan-alasan itu sudah tidak relevan lagi.

Lebih-lebih, jika alasannya hanya berkisar pada soal-soal ranah domestik dalam kehidupan rumah tangga. Itu tidak begitu penting dan sekadar remeh-temeh dalam kehidupan seorang perempuan, orang tua tunggal, janda beranak, dan wanita karier.

Alasan paling utama yang berkisar pada ranah domestik, dan kerap diudar adalah urusan seks, dan jenis-jenis pekerjaan yang biasa dilakukan oleh suami atau laki-laki.

Sebut saja, misalnya, mengangkat galon air, mengganti keran yang rusak, nyetir mobil, dan seterusnya yang kira-kira dikatagorikan sebagai jenis-jenis pekerjaan yang hanya dilakukan oleh laki-laki.

Anda mungkin lupa, atau seolah-olah buta, dan sepertinya enggak melihat dengan mata kepala Anda sendri, bahwa jenis-jenis pekerjaan yang notabene diklaim sebagai pekerjaan laki-laki itu, ternyata semuanya bisa dilakukan oleh ibu-ibu atau perempuan kuat dan hebat tadi.

Jadi itu bukan masalah yang serius dan berat bagi seorang ibu yang menjadi orang tua tunggal dan wanita karier melakukan pekerjaan-pekerjaan itu.

Walaupun kemudian, ia tidak bisa melakukan sendiri, misalnya, tapi bagi mak-mak kuat, itu adalah sesuatu yang mudah, perkara kecil dan remeh. Tinggal panggil laki-laki, atau tukang bangunan saja, terus bayar atau kasih tip. Beres. Sesederhana itu.

Sekali lagi, ini bukan berarti, bahwa peran ayah, atau suami (laki-laki) tidak penting dalam kehidupan keluarga, proses pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak-anak. 

Tetapi, dalam kondisi tertentu, sosok laki-laki atau ayah, terpaksa atau tidak, karena keadaan dan tuntutan, sama sekali tidak dibutuhkan oleh perempuan kuat, wanita karier, cerdas, dan cergas. Tragis, bukan? Rasain kau, laki-laki!

Sementara, hidup harus terus berjalan. Hidup tidak boleh berhenti hanya gegara satu dan lain hal, karena suami meninggal, atau bercerai. Kemudian, memilih yang sebenarnya adalah bukan pilihan, ia tetap hidup menjanda dan dikaruniai anak.

Ibu, Perempuan Kuat dan Guru yang Menyenangkan, Membuat Anak Nyaman dan Percaya Diri dalam Film Wonderful Life

Kondisi inilah yang terjadi pada Amalia (diperankan oleh Atiqah Hasiholan) dan anak laki-lakinya semata wayang, bernama Aqil (8 tahun) yang mengidap disleksia (diperankan oleh Sinyo) dalam film Wonderful Life, sebuah film (lawas) Indonesia garapan sutradara Agus Makkie. Film berdurasi 79 menit ini dirilis empat tahun silam, pada 13 Oktober 2016.

Film Wonderful Life, skenarionya ditulis oleh Jenny Jusuf dan Amalia Prabowo ini, mendapat tiga penghargaan saat itu dalam katagori Pemeran Utama Wanita Terbaik (Atiqah Hasiholan), Pemeran Anak Terbaik (Sinyo) dan Penata Efek Visual Terbaik (Fixit Works) dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2016.

Disleksia adalah gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak sehingga anak sulit membaca, atau gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. 

Penderita disleksia akan kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan, dan mengubahnya menjadi huruf atau kalimat. Meskipun begitu, seseorang yang mengidap disleksia tidak memengaruhi tingkat kecerdasannya. 

Film ini bercerita tentang perjalanan Amalia menemani anaknya, Aqil, dalam menjalani terapi gangguan disleksia ke berbagai tempat. Ada pesan moral dan edukatif yang menarik tentang relasi ibu dan anak. 

Dalam prosesnya, ibu dan anak itu mengalami berbagai keseruan, kenyamanan, kebahagian sampai konflik batin dan trauma yang akhirnya membuat mereka lebih memahami dan mengerti satu sama lainnya.

Amalia adalah seorang wanita karier, masih muda, janda karena meninggal suaminya, dan cukup sukses. Ia selalu beranggapan bahwa dirinya serta keluarganya berasal dari kalangan orang yang sukses secara akademis.

Amalia yang merasa hidupnya berjalan seperti yang ia inginkan. Kemudian menyadari bahwa ia kehilangan kontrol atas anaknya yang mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari dan sekolahnya, karena mengidap disleksia.

Amalia akhirnya mulai belajar melihat dan memahami dunia dari sudut pandang anaknya yang penuh warna- warni dan berpikir dari sudut pandang yang sama sekali berbeda dari pemikirannya selama ini.

Ia menyadari bahwa ia harus menjadi ibu (perempuan) yang kuat, dan guru yang menyenangkan bagi anaknya. Ia harus terus menemani anaknya, menjadi sahabat yang membuat anaknya nyaman, dan memiliki rasa percaya diri.

Film bergendre drama ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, ditulis oleh Amalia Prabowo yang menceritakan perjalanan hidupnya dalam menghadapi anaknya, Aqillurachman Prabowo, yang mengidap disleksia. 

Film yang produsernya adalah Angga Dwimas Sasongko, Handoko Hendroyono, dan Rio Dewanto ini, dibintangi juga oleh Lidya Kandou, Athur Tobing, Alex Abbad, Putri Ayudya, Didik Nini Thowok, dan lain-lain. 

Bagi Anda yang punya nomor seluler Telekomsel, bisa menontonnya di aplikasi MAXstream. Tabik. []

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun