Ini menarik, ketika tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin ditawari jabatan khusus oleh Presiden Jokowi tahun 2017, sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP), lalu ia sempat menolak, tapi akhirnya menerima tugas itu, dengan tiga syarat.
Tiga syarat itu, pertama, Din Syamsuddin sebagai akademisi dan mewakili umat Islam untuk tetap diberikan kebebasan dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintah.
Kedua, ia meminta kepada Presiden Jokowi terkait jabatan khusus ini untuk benar-benar difungsikan.
Ketiga, ia meminta untuk tidak digaji. Karena ia ikhlas dan niatnya bekerja untuk kepentingan negara dan bangsa. Namun, entah kenapa, akhirnya ia mengundurkan diri pada 21 September 2018.
Sampai di sini, terserah persepsi Anda melihat sosok seorang Din Syamsuddin. Jika demikian adanya, saya hanya bisa bilang, hebat dan luar biasa, Din Syamsuddin itu. Salut. Presiden pun sampai tidak berkutik.
Selanjutnya, sehari setelah perayaan 75 tahun HUT RI, Din Syamsuddin bersama tokoh-tokoh lain merasa perlu mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), sebuah wadah dalam merefleksikan perjuangan dan kebebasannya untuk menyatakan aspirasi, kritik, dan gerakan moral politik kepada pemerintah demi kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa.
Baca juga: Din Syamsuddin dan Barisan Orang yang Sakit Hati
Kurang dari dua bulan setelah deklarasi KAMI, tiba-tiba muncul momen pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR RI tanggal 05 Oktober 2020 yang lalu.
Momen ini lalu memantik demonstrasi anarkistis itu, dan selang beberapa hari ditangkapnya beberapa orang pengurus atau aktivis (sudah 9 orang) KAMI di Medan dan Jakarta, dan langsung dibawa ke Mabes Polri.
Sampai saat ini pihak kepolisian masih melakukan penyidikan perihal kasus ini, apakah terkait langsung dengan demonstrasi anarkistis itu, atau sekadar melanggar UU ITE.
Presidium KAMI, Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, dan lainnya, merasa keberatan dengan penangkapan beberapa aktivis KAMI oleh pihak kepolisian, karena ditengarai banyak kejanggalan.
Sebagai tanggung jawab moral dan sekaligus rasa keberatan atas penangkapan itu, Din Syamsuddin ditemani Gatot Nurmatyo, Ahmad Yani, dan yang lainnya, menyempatkan hadir ke Mabes Polri menemui Kapolri untuk klarifikasi, dan sekaligus menjenguk mereka yang ditangkap (Kamis, 15/10/2020).
Tapi Din Syamsuddin tidak bisa bertemu dengan Kapolri. Karena sedang tidak berada di Mabes Polri, dan tidak diizinkan menjenguk para aktivis KAMI.
Setelah kehadirannya di Mabes Polri itu, seperti dilansir oleh oleh pwmu.co, (Jumat, 16/10/2020), bahwa Din Syamsuddin sudah menyiapkan koper berisi pakaian, Kitab Suci Al-Quran, dan beberapa buku, untuk menunjukkan bahwa dirimya sudah siap jika suatu saat ditangkap oleh aparat kepolisian menyusul 9 orang aktivis KAMI yang lebih dulu ditangkap.
Ketika dihubungi redaksi pwmu.co,(Jumat, 16/10/2020), Din Syamsuddin menyatakan, "Alhamdulillah saya sudah selesai dengan dunia. Karena perjuangan ini diniatkan lillah. Maka saya bertawakal ‘alallah. Saya sudah siapkan koper berisi pakaian, al-Quran dan beberapa buku, jika suatu waktu saya ditangkap bahkan ditahan.”
Pertanyaannya, mungkinkah Din Syamsuddin akan ditangkap oleh aparat kepolisian menyusul beberapa aktivis KAMI lainnya yang telah lebih dulu ditangkap?
Menurut Menkopolhukam Mahfud MD, bahwa memang penangkapan terhadap siapa pun yang menunggangi demonstrasi terkait UU Cipta Kerja yang anarkistis itu akan terus dilakukan.
Pemerintah melalui intelijen negara sudah mengetahui siapa ketemu siapa, di mana, dan apa yang dibicarakan terkait ini. Oleh karena itu, penangakapan akan terus berlanjut. Begitu pernyataan Mahfud MD.
Hanya terkait Din Syamsuddin, sebagai Presidium KAMI, mungkin bisa saja dipanggil (bukan ditangkap) oleh kepolisian dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk dimintai keterangannya terkait aktivis KAMI yang ditangkap.
Karena tanpa dipanggil pun, apalagi harus ditangkap segala, Din Syamsuddin bersama presidium KAMI yang lain, dengan kesadaran sendiri, merasa terpanggil untuk menyambangi Mabes Polri sebagai tangggung jawab moral, dan rasa solidaritas.
Jadi, kecil kemungkinan, Din Syamsuddin ditangkap, kecuali ia benar-benar melakukan pelanggaran hukum berat, dan itu pun mengundang risiko besar bagi pemerintah.
Alih-alih Din Syamsuddin ditangkap, justru untuk dipanggil atau dimintai keterangannya saja sebagai saksi, maka mungkin muncul kegaduhan baru, aksi protes, keberatan, dan pembelaan sebagian publik tertentu yang tidak terima Din Syamsuddin diperlakukan demikian oleh aparat kepolisian. Seperti biasa, mungkin akan muncul klaim ada proses kriminalisasi terhadap Din Syamsuddin.
Benar, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Semua warga negara adalah sama kedudukannya di hadapan hukum. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa pun, termasuk Din Syamsuddin, yang melanggar hukum harus diproses secara hukum.
Sejatinya, tidak seorang pun warga negara di negeri ini yang kebal hukum. Hukum harus tetap ditegakkan.
Apakah Din Syamsuddin akan ditangkap, atau, paling tidak, secara resmi dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai saksi untuk memberi keterangan terkait aktivis KAMI yang ditangkap dan ditahan di Mabes Polri?
Koper berisi pakaian, Kitab Suci Al-Quran, dan beberapa buku sudah disiapkan oleh Din Syamsuddin. Ia menyatakan sudah bersedia dan tawakal jika suatu waktu ditangkap.
Ini mudah-mudahan bentuk satire saja dari seorang Din Syamsuddin. Namun, terlepas dari itu, bahwa ia adalah seorang tokoh yang tidak saja milik Muhammadiyah, umat Islam, Bangsa Indonesia secara nasional, tetapi juga milik dunia internasional, karena peran dan kontribusinya demi perdamaian semesta (dunia) selama ini.
Din Syamsuddin selalu berjuang melawan nirkekerasan, diskriminasi, intoleransi, rasisme, pelangggaran hak-hak asasi manusia dan SARA, atas alasan apa pun.
Ia selalu memperjuangkan terciptanya perdamaian dunia. Menebar kasih sayang dan Islam yang rahmatan lil 'alamin (rahnat bagi sarwa semesta).
Jadi bagaimana cerita drama ini selanjutnya? Waktu dan semesta yang akan mengabarkan dan menguak tabir gelap ini. Au ah elap! Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H