Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Subsidi Kuota Internet Sudah Cair, Sesuai Janjikah?

17 September 2020   16:11 Diperbarui: 17 September 2020   22:50 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Subsidi kuota internet untuk siswa sudah cair berupa kartu perdana 10 gigabita per siswa (dokpri/kiriman foto dari seorang guru)

"Saya tidak tahu masa lalu. Tapi saya tahu masa depan." kata Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 

Anggarannya Rp9 triliun. Anggaran ini adalah anggaran program pemerintah untuk subsidi kuota internet. Membantu kelancaran pembelajaran jarak jauh (pjj) selama pandemi. 

Subsidi kuota internet ini diberikan selama 4 bulan (September sampai dengan Desember 2020). Siswa SD, SMP dan SMA akan mendapat kuota internet sebanyak 35 gigabita, dan guru sebanyak 42 gigabita. Sedangkan untuk dosen dan mahasiswa masing-masing mendapat 50 gigabita. 

Teknis pencairan subsidi ini melalui pendataan nomor seluler. Guru meminta pada setiap siswa atau orang tuanya. Menjelaskan bahwa pemerintah akan memberi bantuan berupa kuota internet. 

Tentu saja semua siswa atau orang tua siswa sangat senang. Karena mereka merasa lumayan berat harus selalu membeli atau mengisi ulang paket data untuk kebutuhan belajar daring selama ini.

Tahu sendiri bahwa setiap aplikasi dari penyedia layanan daring itu menyedot data internet yang sangat besar. Maka bagi orang tua siswa yang hidup pas-pasan selama ini, apalagi kondisi sekarang tengah pandemi, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah susah, "senin kamis", tambah dibebani lagi harus membeli paket data untuk kebutuhan anak-anaknya belajar daring. Apa enggak makin puyeng?

Kabar akan dapat bantuan kuota internet dari pemerintah tentu disambut sukacita luar biasa oleh para orang tua siswa dan guru-guru. Yang sangat ditunggu-tunggu dan diharapkan.

Wajar saja emak-emak itu penasaran. Enggak sabaran. Bertanya terus pada guru-gurunya, kapan bantuan kuota internet itu cair. Guru-guru sampai kewalahan jawabnya juga.

Akhirnya, ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba. Yang sangat ditunggu-tunggu dan diharapkan datang juga. Sekarang subsidi kuota internet dari pemerintah itu sudah cair.

Hanya saja, jadi tanda tanya. Karena kenyataannya kok tidak sesuai harapan, atau melenceng dari janji pemerintah sebelumnya ketika program ini dicanangkan. Kayaknya tidak sesuai dengan janjinya. Ini isyarat. Bisa-bisa karut-marut lagi. Ingat, Mas Menteri, Rp9 triliun itu duit. Duit rakyat lagi.

Subsidi kuota internet ini ternyata bentuknya kartu perdana berisi 10 gigabita. Melalui salah satu perusahan layanan telekomunikasi, atau provider tertentu.

Jadi, sebenarnya, ngapain repot-repot mendata dan meminta nomor seluler kepada setiap siswa, jika akhirnya bentuknya berupa kartu perdana.

Kenapa hanya dikuasai oleh satu provider atau perusahaan telekomunikasi? Padahal setiap siswa berbeda-beda perusahaan telekomunikasinya dari nomor seluler yang mereka punya. Ada nomor si***ati, produk *ele*****l, atau nomor ***tari, produk **do**t, misalnya, dan sebangsanya itu.

Lantas, kenapa cuma dapat 10 gigabita setiap siswa? Bukankah informasi yang digembar-gemborkan adalah 35 gigabita per bulannya yang akan diterima setiap siswa? Apa hanya segitu doang, atau memang sengaja dengan cara dicicil dulu, dan sisanya nanti menyusul? Entahlah. Tolong Anda bantu jawab.

Kenapa begini melulu kalau bikin kebijakan, mau-mau enggak-enggak, kayak enggak serius. Dan bukankah Mas Menteri yang sekarang ini diangkat juga karena jago ITE? Ah, lieur! 

Pokoknya yang penting, merdeka belajar, atau (baru) belajar merdeka ya, sebagai kebijakan, dan sekaligus menjadi semacam slogan Mas Menteri itu. 

Belum lagi program yang ada kaitannya dengan program yang belum lama ini mau digulirkan. Program Organisasi Penggerak (POP) yang merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar. Belum apa-apa sudah bikin heboh dan resah penduduk antero negeri ini.

Sampai-sampai, Bang Fachry Ali, senior saya di IAIN Ciputat, tegas-tegas lewat statusnya di Facebook beberapa bulan yang lalu, tepatnya tanggal 22 Juli 2020, memerintahkan Mas Menteri untuk "belajar lagi sejarah (Indonesia)". Karena dianggap Mas Menteri itu enggak paham sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia.

Baik, saya kutip kembali pernyataan Bang Fachry Ali di Facebook itu. 

"Ketika keluar dari istana, sehabis dipanggil presiden terpilih, akhir 2019, calon menteri pendidikan yang masih muda belia itu berkata kepada wartawan: 'Saya tidak tahu masa lalu. Tapi saya tahu masa depan.' Lalu ia pulang naik ojek."

Fachry Ali melanjutkan, "Kini, Muhammadiyah dan NU keluar dari program 'Pendidikan Merdeka' karena Menteri Pendidikan memberikan dana hibah Rp20 miliar kepada masing-masing, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation per tahun."

Menurutnya, bahwa Menteri Pendidikan benar-benar membuktikan tidak tahu masa lalu. Bahwa Muhammadiyah dan NU telah melakukan pendidikan rakyat jelata jauh sebelum Indonesia ada. Sementara Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation baru lahir beberapa "menit" lalu —untuk ukuran masa panjang pengabdian Muhammadiyah dan NU mencerdaskan anak-anak bangsa. 

"Ironi orang tak mengerti masa lalu. Saya perintahkan Menteri Pendidikan belajar sejarah!" pungkas Bang Fachry Ali.

Belum lagi urusan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) itu. Soalnya saat pandemi ini dari semua aktivitas perkuliahan dilakukan secara daring. Paling tidak, besaran UKT dikorting begitu. Ini enggak. Banyak yang protes, tapi Mas Menteri meneng bae. Enggak merespons sama sekali.

Mestinya, Mas Menteri mikirin juga ini. Yang susah kan saya juga sebagai orang tua, dan punya anak-anak yang masih sekolah dan kuliah. Lieur tahu, Mas Menteri! Dan seterusnya, dan seterusnya, saking banyaknya. Banyak yang harus dibenahi.

Benar juga, ada teman saya yang bilang, "Dunia pendidikan kita itu makin ke sini, makin karut-marut saja." Tabik. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun