Biasanya ada saja hikmah di balik wabah atau musibah. Seperti saat ini ketika wabah corona melanda negeri kita, Indonesia, ujug-ujug hobi bersepeda menjadi marak.
Hikmahnya sedikit banyak dirasakan oleh pedagang sepeda. Usahanya menjadi menggeliat. Dagangan sepedanya banyak diburu pembeli, laku keras, dan laris manis.
Sampai sepeda lipat (seli) bermerek Brompton, produksi London Inggris yang harganya selangit hingga mencapai Rp 50 jutaan itu menjadi tren dan viral.
Baca juga: Anggap Saja Brompton, Seli Jarang Disentuh Akhirnya Dipakai LagiÂ
Usaha masker, hand sanitizer, jualan pulsa dan paket data menjadi peluang usaha yang lebih menjanjikan, dan sangat menguntungkan di saat pademi sekarang ini.
Yang lebih untung lagi, tentu saja perusahaan providernya. Karena banyak aktivitas warga mau tidak mau dilakukan secara daring (seperti, webinar, belajar daring, dan lain-lain dari aktivitas warga lewat komunikasi daring).
Sekarang ada satu lagi fenomena muncul di saat-saat pandemi. Apa itu? Adalah fenomena janda bolong.
Ini adalah nama populer dari tanaman hias yang punya nama Latin, Monstera adansonii variegata, dan baru-baru ini laku terjual seharga puluhan hingga ratusan juta rupiah, kisaran Rp 95 juta - Rp 100 juta. Wow!
Itu berarti bahwa harga janda bolong sudah melampaui dan mengalahkan harga sepeda lipat Brompton yang mencapai Rp 50 jutaan dan tarif penjaja jasa seks komersial lewat prostitusi online (paham sajalah, nganunya sih tetap offline ya), seorang VA senilai Rp 80 juta, yang saat itu sempat heboh, dan masuk ranah hukum.
![Ilustrasi Sepeda Brompton (SHUTTERSTOCK.COM via kompas.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/09/02/brons-5f08e465d541df508c18e8f2-5f4f7824d541df7054452a02.jpg?t=o&v=770)
Tahun 2007 pernah heboh dengan tanaman hias gelombang cinta ini, karena pernah laku terjual dengan harga Rp 250 juta, bahkan ada yang sampai 1 miliar. Pencinta dan pengusaha tanaman hias saat itu berlomba-lomba pengin memiliki dan beramai-ramai giat membudidayakannya.
Fenomena seperti ini sering terjadi. Khususnya yang berkaitan dengan hobi. Tanaman hias, ikan hias, batu giok, bersepeda, main layangan, dan seterusnya. Namun, fenomena mencuatnya usaha-usaha berupa hobi-hobi itu hilang begitu saja seiring waktu berjalan. Biasa, musiman.Â
Saya misalnya sampai sekarang masih pakai batu bacan, dan punya tanaman hias yang bernama gelombang cinta (Anthurium plowmanii croat). Buktinya, sekarang biasa-biasa saja itu.
Sebenarnya indah, tapi tidak ada harganya sama sekali dibanding awal-awal selagi naik daun dan booming saat itu.
![Gelombang Cinta / dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/09/02/img-20200902-170344-5f4f76fbd541df335b3b4064.jpg?t=o&v=770)
Hebohlah dunia usaha tanaman hias. Orang-orang berlomba-lomba berburu, menjual, dan membudidayakan tanaman hias yang satu ini.
![Janda bolong empat daun milik Mas Iwan di Bogor yang baru saja terjual Rp 95 juta. (Foto: istimewa via klikhijau.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/09/02/1745831510-5f4fb324097f3613f23d2094.jpeg?t=o&v=770)
Makanya, mudah-mudahan saja, frasa "janda bolong" ini tidak terdengar oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sehingga nasibnya tak semalang dengan kata "anjay" yang dilarang penggunaannya, dan ditengarai ancaman pidana segala.Â
Kasihan tukang tanaman hias dalam mengais rezeki di saat-saat susah pada era pandemi seperti ini. Karena mereka tampaknya akan tetap menyebut tanaman hias ini dengan janda bolong ketimbang bahasa Latinnya yang ribet pelafalannya di lidah. Dan kayaknya nama itu lebih punya nilai jual.
Janda bolong tentu saja berbeda dengan gelombang cinta. Jenis dan bentuknya lain. Kalau gelombang cinta, daunnya lebih besar, lebar, dan panjang-panjang ketimbang janda bolong.
Yang pasti, kenapa tanaman hias ini populer namanya dengan janda bolong, sangat memesona, dan harganya melambung. Karena memiliki daun yang bolong-bolong atau berlubang-lubang.Â
Daunnya yang bolong atau berlubang itu bukan karena penyakit, digigit ulat, atau serangga/hama. Tapi bolongnya adalah otentik. Asli dari sononya memang sudah bolong. Bukan dibuat-buat.
Daun-daunnya tidak terlalu besar, dan memiliki kombinasi warna. Berwarna hijau, putih dan kuning.Â
Bahkan, uniknya, konon, warna daun-daunnya ini bisa berubah-ubah, atau bermutasi warnanya tiap hari. Sekali waktu daun-daunnya bisa berwarna hijau semua, dan di lain waktu, bisa putih atau kuning semua.Â
Ini benar atau tidak, perlu dibuktikan bagi yang sudah punya janda bolong. Tapi tidak seperti bunglon yang suka berubah-ubah warnanya. Itu jelas nama hewan, bukan tanaman hias ya.
Saya sudah punya gelombang cinta, melati, mawar, dan tanaman-tanaman hias lainnya. Janda bolong, belum. Sekarang, saya jadi tertarik pengin punya dan memelihara janda juga. Ya, janda bolong yang lagi ngetop, dan bikin penasaran itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI