Hanya bagi warga Arab Saudi dan ekspatriat atau warga negara asing yang bermukim (bertempat tinggal) di sana yang boleh menunaikan ibadah haji. Itu pun dibatasi, dan harus mematuhi protokol kesehatan Covid-19 secara ketat.
Ibadah haji berbeda dan istimewa dengan ibadah-ibadah yang lain dalam pelaksanaannya. Dari segi lokasinya saja harus di Makkah.
Ibadah haji itu bersyarat. Hanya bagi yang mampu saja. Mampu secara ekonomi, kesehatan, dan keamanan yang wajib menunaikan rukun Islam kelima ini.
Masalahnya, mengapa ibadah haji menjadi magnet yang membetot gairah dan antusiasme bagi setiap muslim untuk menunaikannya?
Hampir dipastikan setiap orang Islam selalu pengin dan bermimpi untuk berhaji.
Orang rela menabung bertahun-tahun demi yang satu ini, berangkat ke tanah suci.
Orang tak peduli mengantre berlama-lama hingga puluhan tahun karena panjangnya daftar tunggu untuk bisa menunaikan ibadah haji.
Realitas antusiasme dan semangat beragama umat Islam begitu besar untuk berangkat haji. Lantas, ada apa sebenarnya dengan ibadah haji ini?
Kalau dipikir-pikir, hampir serangkaian manasik dan ritual haji berisi doa-doa kepada Allah. Tapi, kenapa sekadar untuk berdoa kepada Allah, kok mesti jauh-jauh pergi ke tanah suci, Makkah?
Bukankah di sini juga, kita bisa berdoa kepada Allah, dan nggak harus lewat ibadah haji? Apakah memang Allah tidak mendengar doa kita di sini? Jadi, apa sesungguhnya motif orang beribadah haji?
Jawaban spontannya, ya harus di Makkah, memangnya ibadah haji bisa dilaksanakan di Pondok Gede gitu? Semua orang juga tahu, benar di situ memang ada Ka'bah. Cuma replika.Â
Normatifnya, karena ibadah haji adalah perintah Allah. Rukun Islam ke-5. Alasannya jelas, adalah motif agama. Itu tidak ada yang memungkiri. Benar, semua sepakat.