"Agama saya memang mengajarkan seperti itu. Kalau istri menolak keinginan suami untuk melakukan hubungan seksual (bersanggama), maka istri bisa dicap durhaka pada suami, dan dibilang bukan istri yang salihah (baik). Jadi, mau nggak mau, terpaksa saya harus manut sama suami" ujar perempuan paruh baya itu.Â
Begitu pengakuan perempuan paruh baya, seorang istri--cerita dalam tulisan saya sebelumnya--yang merasa sudah illfeel, hilang rasa, dan sudah tidak ada lagi hasrat bersanggama dengan suaminya, karena satu, dan lain hal.Â
Walaupun demikian, seorang istri tetap manut pada suaminya untuk bersanggama. Karena itu adalah sebuah kewajiban sebagai seorang istri, dan berdasarkan pada pemahamam terhadap teks (ajaran) agama (Islam) yang diyakininya.
Baca juga:Â Ketika Bercinta Hilang Rasa, Mengiakan Bermakna MenidakkanÂ
Pemahaman terhadap teks agama memang sering menjadi pembenaran atas suatu tindakan kekerasan, termasuk kekerasan dalam bersanggama (kekerasan seksual), dan tak terkecuali hubungan seksual antara suami istri.Â
Dalam kondisi seperti ini, langit suci kerap terkoyak, dan agama sekadar menjadi kedok dalam melakukan kekerasan dan penyimpangan.
Kenapa? Karena hubungan seksual, termasuk antara suami istri pun, tidak selamanya dijamin bebas dan terhindar dari pemaksaan dan kekerasan seksual (kejahatan seksual).Â
Ironisnya, salah satu alasannya--walaupun tentu bukan satu-satunya alasan--adalah merujuk pada pemahaman, atau tafsir atas teks (ajaran) agama (Islam) itu. Dan, sayangnya lagi itu bisa jadi salah kaprah.
Masalahnya, benarkah pemahaman atas teks agama (ajaran agama) yang kurang tepat--jika boleh dibilang adalah salah kaprah, atau gagal paham itu--bisa melahirkan kekerasan (khususnya kekerasan seksual)?Â
Bukankah agama untuk kebaikan? Lantas, bagaimana pandangan atau konsep Islam tentang bersanggama ini?
Sanggama dalam Agana Islam
Sanggama (jimak, berasal dari kata Bahasa Arab, jama'a, yang artinya berkumpul). Kata jimak kemudian digunakan dalam arti hubungan seksual antara seorang pria dan lawan jenisnya atau sebaliknya, karena dalam hubungan seksual terjadi proses perkumpulan, yakni, berkumpulnya dua alat kelamin pria dan wanita. Kata al-wathu juga sering digunakan untuk menyebut sanggama.
Tulisan ini fokus pada bahasan sanggama antara suami istri dalam perkawinan yang sah. Sanggama di luar perkawinan yang sah, dalam hukum Islam, disebut zina. Hukumnya haram. Karena termasuk perilaku keji (fahisyah) dan cara yang buruk atau menyimpamg (sa-a sabila) -- Al-Quran Surat al-Isra [17] ayat 32).
Bersanggama adalah kebutuhan biologis setiap makhluk hidup, manusia. Kecenderungan tertarik dan hasrat seksual pada lain jenis adalah naluri, dan alami (sunatullah). Pemenuhan hasrat seksual secara terhormat, etis dan suci, adalah refleksi kemanusiaan dan ketuhanan itu sendiri. Makanya, etika dan spiritualitas seksual menjadi penting. Pemenuhan kebutuhan seksual tidak sekadar pelampiasan nafsu dan libido belaka.
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dan seorang wanita yang menghalalkan hubungan seksual untuk membangun keluarga bahagia dengan penuh tanggung jawab dan amanah menuju perkenan (rida) Tuhan Yang Mahaesa.
Nabi Muhammad saw, menyatakan, "Saling berpesanlah (ingatlah) tentang perempuan. Sesungguhnya Anda mempersuntingnya (perempuan) atas dasar amanah Allah. Dan dengan kalimat Allah (baca: ijab qabul/akad nikah) dibolehkannya (dihalalkan) hubungan seksual."
Bersanggama atau hubungan seksual yang dilakukan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah bagian dari pergaulan suami istri yang diperintahkan syariat Islam.Â
Allah memerintahkan agar suami dan istri menciptakan suasana hubungan rumah tangga yang baik, dan mampu memenuhi kebutuhan-kenutuhan fisik dan psikologis dengab baik. "Dan bergaulilah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut..." (QS. An-Nisa [4] ayat 19).
Dalam beberapa hadis Nabi yang menyebutkan bahwa seorang istri harus manut dan taat pada suami ketika diajak bersanggama, karena iming-iming bersifat agamis, yaitu balasan untuk memilih masuk surga dari pintu mana pun (HR. Imam Ahmad bin Hanbal), atau jika istri menolak ketika suaminya mengajak bersanggama, lantas suaminya marah, maka akan mendapat laknat dari malaikat sampai waktu subuh (HR. Al-Bukhari)
Sementara seorang istri tidak diberikan kesempatan sama sekali hak untuk menolak, karena alasan gabut, sedang lelah, atau lagi datang rasa kantuk yang berat, dan lain-lain yang bisa mengganggu kenyamanan dan konsentrasi pikiran dan psikologis, sehingga istri tidak bisa melayani keinginan suami.
Pemahaman terhadap teks-teks agama (hadis) inilah yang menyebabkan kesewenang-wenangan, pemaksaan kehendak, dan kekerasan seksual suami terhadap istri.Â
Padahal, mestinya teks-teks hadis itu dipahami secara kontekstual, sesuai kondisi kedua pasangaan suami istri. Bukankah sejatinya, dalam bersanggama, suami istri harus saling merasakan kenikmatan dan puncak kebahagian bersama. Tidak sepihak, dan cenderung egois.Â
Makanya, tidak jarang akhirnya sering terjadi delik pemerkosaan suami terhadap istri, atau sebaliknya, istri terhadap suami. Kalau terjadi kondisi seperti begini antara suami istri, bisa-bisa repot. Bisa-bisa suami istri saling melaporkan ke pihak yang berwajib, dan ini masuk ke ranah hukum.Â
Atau, kalau tidak, perceraian sebagai pilihan terakhir dan terpaksa untuk menyelesaikan kisruh dalam kehidupan rumah tangga ketimbang tidak ada kenyamanan dan keharmonisan.Â
"Untuk apa rumah tangga kayak hidup di neraka begini, berantem melulu, ribut melulu, dan terus-terusan konflik ini dipertahanankan, lebih baik berpisah!" begitu biasanya kata-kata yang terlontar dari pasangan suami istri yang menempuh jalan perceraian. Dan salah satu alasannya, adalah problem hubungan seksual yang tidak sehat.
Catatan, tulisan ini sebenarnya diadaptasi dari kisah nyata dalam proses konseling beberapa pasangan suami istri kepada saya selama ini, salah satunya kasus perempuan paruh baya itu, dan tentu yang lainnya yang hampir serupa, tapi beda plot cerita, kasus, dan latar belakangnya.Â
Artinya, problemnya hampir sama, dalam bingkai problem kebutuhan seksual suami istri. Begitu faktanya. Nyata ini, nyata lha. Hehe... Tabik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI