Padahal, mestinya teks-teks hadis itu dipahami secara kontekstual, sesuai kondisi kedua pasangaan suami istri. Bukankah sejatinya, dalam bersanggama, suami istri harus saling merasakan kenikmatan dan puncak kebahagian bersama. Tidak sepihak, dan cenderung egois.Â
Makanya, tidak jarang akhirnya sering terjadi delik pemerkosaan suami terhadap istri, atau sebaliknya, istri terhadap suami. Kalau terjadi kondisi seperti begini antara suami istri, bisa-bisa repot. Bisa-bisa suami istri saling melaporkan ke pihak yang berwajib, dan ini masuk ke ranah hukum.Â
Atau, kalau tidak, perceraian sebagai pilihan terakhir dan terpaksa untuk menyelesaikan kisruh dalam kehidupan rumah tangga ketimbang tidak ada kenyamanan dan keharmonisan.Â
"Untuk apa rumah tangga kayak hidup di neraka begini, berantem melulu, ribut melulu, dan terus-terusan konflik ini dipertahanankan, lebih baik berpisah!" begitu biasanya kata-kata yang terlontar dari pasangan suami istri yang menempuh jalan perceraian. Dan salah satu alasannya, adalah problem hubungan seksual yang tidak sehat.
Catatan, tulisan ini sebenarnya diadaptasi dari kisah nyata dalam proses konseling beberapa pasangan suami istri kepada saya selama ini, salah satunya kasus perempuan paruh baya itu, dan tentu yang lainnya yang hampir serupa, tapi beda plot cerita, kasus, dan latar belakangnya.Â
Artinya, problemnya hampir sama, dalam bingkai problem kebutuhan seksual suami istri. Begitu faktanya. Nyata ini, nyata lha. Hehe... Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H