Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Inilah Tulisan ke-99, dan 9 Alasan Bersama Kompasiana

2 Juni 2020   16:52 Diperbarui: 6 Oktober 2020   08:58 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah menulis begini. Ada yang bilang, cinta itu menetap. Tak pernah menguap. Cinta adalah keabadian. Nafas lebih lama dari cinta. Tapi cinta lebih purba dari nafas.

Cinta tak pernah berakhir. Tapi nafas berhenti. Nafas boleh berbatas, tapi cinta tak. Cinta akan terus hidup bebas menembus batas. Batas ruang dan waktu.

Pun menulis. Menulis itu cinta. Jejaknya tak pernah berakhir, walaupun nafas ini berhenti. Menulis itu hakikatnya untuk keabadian. Makanya, kata Sang Maestro sastra, Pramoedya Ananta Toer, bahwa  "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Dalam pengalaman kebatinan (kejiwaan) saya, saat-saat tertentu saya sering dihadapkan pada situasi di mana saya mengalami kebanjiran informasi dan gagasan di benak saya, dan saya kewalahan untuk membendungnya akibat aktivitas membaca dan mengamati fenomena yang terjadi.

Maka menulis adalah salah satu cara menangkap dan mengikat gagasan yang kadang berkelebat di alam bawah sadar. Saya merasa senang dan puas ketika saya bisa menangkap gagasan yang berkelebat itu, dan menuangkannya dalam sebuah tulisan.

Membaca dan menulis (baca: literasi) adalah akivitas yang sangat mengasyikan, dan menghibur. Ada kenikmatan tersendiri. Maka, membeli buku, mendarasnya, membacanya, dan ditambah dengan keterampilan menulis, adalah bertamasya dan menikmati wisata intelektual dan spiritual yang dapat menggairahkan dan memberikan kepuasan batin.

Maka, dengan menulis di Kompasiana, paling tidak, berusaha melakukan untuk itu. Selebihnya, ikut menebar virus literasi. Mengembangkan dan merawat tradisi literasi yang bisa jadi nyaris tergerus tradisi yang lain, bertutur (lisan) dan budaya instan, gemar menonton tayangan di layar kaca. Walaupun ada sisi baik dan faedahnya.

Kesembilan, Penghargaan Kompasiana (K-Rewards)

Ini adalah bentuk lain dari apresiasi dan penghargaan Kompasiana kepada setiap.penulis atau kompasianer atas tulisannya setiap bulan. Hal ini berdasarkan batas tingkat keterbacaannya yang ditentukan oleh Kompasiana. Semakin tinggi jumlah pembacanya, maka semakin tinggi apresiasinya dalam bentuk penghargaan Kompasiana (K-Rewards).

Walaupun tentu saja, berusaha untuk menulis yang baik, menarik, enak dibaca, dan berkualitas adalah keinginan dan tujuan utama. Biarlah angka-angka itu ada apa adanya. Tapi, tidak perlu juga dimungkiri, bahwa tak seorang pun yang tidak senang, jika karya dan tulisannya banyak yang membaca, ada yang merespons, bisa menginspirasi banyak orang, dan mendapat apresiasi. Apalagi, adalah wajar merasa senang ketika mendapat bonus penghargaan dari Kompasiana, dan bersyukurlah.

Pokoknya, yang penting, teruslah menulis. Jangan berhenti berkarya dan berbagi. Menginspirasi dan bermanfaat. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang sempurna. Ketidaksempurnaan adalah manusiawi dan alami. Tabik. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun