Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Protokol New Normal, Tergesa-gesakah Indonesia?

27 Mei 2020   13:37 Diperbarui: 28 Mei 2020   20:52 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah Indonesia bersiap dengan kebijakan baru untuk menerapkan protokol new normal dalam menghadapi virus corona ini di bulan Juni mendatang.

Membaca kabar ini, saya justru bertanya-tanya. Apakah langkah yang akan diambil pemerintah ini tidak tergesa-gesa di tengah semakin meningkatnya korban dampak kahar pandemi Covid-19 di tanah air? Cobalah pikir-pikir lagi.

Di awal perjalanan menghadapi positif virus corona di Indonesia, pemerintah tampak begitu semangat menabuh genderang perang melawan pandemi ini. 

Dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan gencarnya sosialisasi protokol kesehatan menghadapi pandemi, dan jargon "Bersama Lawan Covid-19" adalah bukti keseriusan pemerintah versus virus corona ini. Walaupun hasilnya kini belum begitu maksimal, dan tidak berbanding lurus dengan upaya yang dilakukan, karena berbagai faktor. 

Tapi tugas dan ikhtiar harus terus berlanjut. The show must go on. Tidak boleh menyerah, kecewa, dan apalagi bersikap putus asa, seperti satire kekecewaan yang diperlihatkan oleh para tenaga medis merespons sikap warga masyarakat yang ngeyel berkerumun tanpa mengindahkan protokol kesehatan di saat diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tagar "Indonesia Terserah" .

Suatu negara memungkinkan untuk menerapkan protokol new normal jika sudah memenuhi beberapa ketentuan khusus seperti standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berikut syaratnya:

  1. Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus mempunyai bukti bahwa transmisi virus corona mampu dikendalikan.
  2. Negara harus punya kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang mumpuni, termasuk mempunyai rumah sakit untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien Covid-19
  3. Risiko penularan wabah harus diminimalisasi terutama di wilayah dengan kerentanan tinggi. Termasuk di panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian.
  4. Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja harus ditetapkan, seperti physical distancing, fasilitas mencuci tangan, etiket batuk dan bersin, dan protokol pencegahan lainnya.
  5. Risiko penularan impor dari wilayah lain harus dipantau dan diperhatikan dengan ketat.
  6. Masyarakat harus dilibatkan untuk memberi masukan, berpendapat, dalam proses masa transisi the new normal.

Inilah keenam poin sebagai konsep new normal versi WHO yang mesti dipenuhi setiap negara yang ingin menerapkan protokol new normal.

Lantas, bagaimana dengan protokol new normal versi pemerintah Indonesia? Sudahkah memadai dan sesuai dengan standar WHO tersebut?

Untuk menggerakkan roda perekonomian di tengah wabah ini, Kementerian Kesehatan mengeluarkan panduan pencegahan, dan penanganan virus corona di lingkungan kerja. Yang tujuannya adalah untuk memutus mata rantai pandemi Covid-19, sekaligus mendorong keberlangsungan perekonomian.

Panduan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor: Hk.01.07/Menkes/ 328/2020 tentang Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Panduan new normal di lingkungan kerja itu, sila baca di sini.

Sesungguhnya panduan ini hampir tidak ada yang baru sebatas berkaitan dengan protokol kesehatan dalam percepatan penanganan pandemi selama ini. 

Yang baru dan berbeda adalah dibolehkannya warga masyarakat melakukan kegiatan di luar rumah, kerumunan atau konsentrasi massa dalam satu tempat (tapi jaga jarak sosial), dibukanya kembali pusat-pusat perbelanjaan (mal-mal), masuk (kerja di) kantor atau tempat kerja, proses belajar mengajar kembali di sekolah, dan beribadah di rumah-rumah ibadah seperti biasa (normal).

Syaratnya, asal tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti physical distancing /social distancing (jaga jarak fisik/sosial), jarak antar karyawan satu meter, misalnya, tes suhu badan, pakai masker, dan rajin cuci tangan. Mudik, boleh nggak ya? Lagian lebarannya juga sudah lewat, boleh kayaknya.

Pokoknya semua kegiatan yang selama ini dilarang, melalui kebijakan protokol new normal, akhirnya dbolehkan, asal memenuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

Persoalannya, Indonesia kelihatannya masih belum memenuhi syarat protokol new normal yang ditetapkan WHO. Terutama poin pertama: Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus mempunyai bukti bahwa transmisi virus corona mampu dikendalikan. 

Karena terbukti bahwa data menunjukkan pasien virus corona di Indonesia alih-alih menurun, dan dapat dikendalikan, justru semakin meningkat dari hari ke hari sampai hari ini.

covid19.go.id
covid19.go.id

Selain itu, terkait rendahnya kedisiplinan sebagian warga masyarakat dalam mematuhi kebijakan pemerintah terkait protokol kesehatan dalam memutus mata rantai penyebaran penularan pandemi selama ini. 

Itulah yang bikin geregetan dan kekesalan luar biasa sebagian warga yang lain ketika ada warga masyarakat eyel dan abai dengan aturan PSBB, dengan membuat tagar "Indonesia Terserah" itu, misalnya.

Belum lagi, berkaitan dengan sikap teologi dan pemahaman keagamaan sebagian warga masyarakat terhadap wabah virus corona ini. Dengan membawa-bawa dalih (pemahaman) agama dan mencatut nama Tuhan (ranah teologi), seraya mengabaikan keselamatan dan bahayanya terpapar pandemi ini. 

Parahnya lagi, tidak mengindahkan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah, dan tidak mengikuti anjuran pemuka dan pemimpin agama. 

Beragama yang hanya berdasar pada emosi, tanpa dibarengi ilmu dan nalar yang baik.

Dengan demikian, perlu dipertanyakan kebijakaan pemerintah dengan menerapkan protokol new normal di tengah kondisi seperti ini. Tepatkah kebijakan ini diambil pemerintah? Atau bukankah ini adalah langkah yang terlalu tergesa-gesa dari pemerintah?

Ini kekhawatiran saja. Jangan sampai kebijakan protokol new normal yang diterapkan pemerintah ini, karena sekadar ikut-ikutan langkah yang diambil oleh negara-negara lain, kebijakan keren-kerenan saja, atau akumulasi rasa ketidakpercayaan, kelelahan, dan "kepanikan" kita sebagai bangsa besar yang pantang menyerah menghadapi segala tantangan. Lieur!

Jangan-jangan protokol new normal yang diterapkan pemerintah ini, justru berakibat fatal dan menanggung risiko besar lagi, adalah menciptakan klaster baru pasien suspek pandemi Covid-19, dan semakin menggali lagi kuburan massal pasien akibat pandemi ini. 

Nau'zubillah. Semoga Tuhan selalu melindungi kita semua, bangsa Indonesia. Wallahu a'lam bi al-shawab. Tabik. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun