Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Khotbah Idul Fitri 2020: Pesan Spiritual, Moderasi Beragama, dan Sosial Profetik

24 Mei 2020   05:23 Diperbarui: 24 Mei 2020   05:16 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diolah dari shutterstock.com

Dalam khotbah pertama, kita melafalkan Allahu Akbar 9 kali, hamdalah, syahadat, shalawat Nabi, dan pesan takwa.

Ketika matahari tenggelam sore hari beberapa jam yang lalu di penghujung Ramadan, perlahan gelap menyeruak, meninggalkan siang, dan menjelang malam. Isyarat datangnya waktu magrib, dan saatnya berbuka puasa di hari terakhir bulan Ramadan tahun ini.

Seraya kita kumandangkan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil, "Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar. Allahu Akbar Kabira wal hamdulillahi katsira wa subhanallahi bukrata wa-ashila. La ilaha illa Allah Wallahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamd", untuk menyambut tibanya Hari Raya Idul Fitri 1441 H.

Ini tentu sebagai manifestasi dan tanda syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Allah Yang Maha Besar, Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang; yang telah menganugerahkan kesehatan dan kekuatan kepada kita, baik lahir maupun batin, dalam melaksanakan segala aktivitas kita selama ini, termasuk melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh dan amalan-amalan lain di bulan suci Ramadan, yang notabene kali ini sangat berbeda suasana dan nuansanya dengan bulan Ramadan tahun lalu, yang sudah kita lewati.

Ramadan kali ini tentu berbeda, lantaran kita tengah menghadapi cobaan dan musibah berupa wabah pandemi virus corona (Covid-19) yang sangat memengaruhi segala lini kehidupan kita. Sehingga memaksa kita semua untuk menjaga jarak sosial (social distancing), menjaga kontak langsung dengan orang lain.

Kita harus selalu tetap berada di rumah masing-masing (stay at home), dan jika terpaksa pun kita harus keluar rumah, maka kita harus memakai masker. Anak-anak kita dan guru-guru sekolah harus melaksanakan proses belajar mengajar secara virtual di rumah lewat media daring.

Yang bekerja di kantor, dialihkan harus bekerja dari rumah (Work From Home), dan termasuk beribadah pun harus di rumah.

Sekolah diliburkan, kantor diliburkan , salat berjemaah di masjid ditiadakan, salat Jumat, salat Tarawih, dan salat Idul Fitri ini dilaksanakan di rumah masing-masing. Pun, lara1ngan untuk mudik.

Ini semua kita lakukan, karena mengikuti protokol kesehatan dalam usaha melawan kahar pandemi covid-19, dan memutus mata rantai penyebaran juga penularannya secara luas.

Semua ini, paling tidak, memberi beberapa pelajaran pada kita. Pertama, pelajaran penting untuk kita, bahwa kita lemah dan tak berdaya di hadapan kemahabesaran dan kekuasaan tak terhingga, Allah SWT. "La haula wa la quwwata illa billah." Tidak ada daya dan kekuatan yang kita miliki, kecuali daya dan kekuatan yang terpancar dari Allah.

Segala apa yang terjadi, termasuk diri kita, apa yang ada pada kita, apa yang kita miliki, hakikatnya adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah, Tuhan semesta alam.  

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". (Q.S. Al-Baqarah Ayat 155 -156).

Bahkan, ikrar yang sering kita lafalkan di doa iftitah kita dalam setiap kita mendirikan salat, "inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin." Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, karena Allah, Tuhan semesta alam.

Musibah wabah pandemi Covid-19 ini, dan berbarengan dengan puasa Ramadan kita selama sebulan penuh di bulan suci Ranadan selama ini, semakin memberi keyakinan pada kita bahwa semuanya ini terjadi atas kehendak Allah. Dan pasti tidak luput dari takdir dan iradah-Nya.

Allah-lah yang mengatur semua ini. Ini terjadi dalam skenario Allah Yang Maha Mencipta, dan Maha Mengatur alam semesta ini. Semakin yakinlah kita atas semua itu.

Kedua, pelajaran bahwa dalam beraktivitas sosial, bekerja, dan beribadah pun, kita harus memperhatikan sesama kita, orang-orang di sekitar kita, dan alam semesta.

Keharmonisan dan sinergi, simpati dan empati antara kita dan terhadap semesta harus terjalin berkelindan, berjalan seiring seirama, dan teraktualisasi dengan baik dan efektif.

Artinya, bahwa kita jangan sampai merugikan dan menzalimi diri kita sendiri, orang lain, dan alam semesta sekitar kita.

Termasuk, perlu diingatkan, bahwa dalam beragama, misalnya. Kita beragama itu tidak cukup sekadar berdasarkan emosional, tapi juga harus dibarengi rasional.

Pakailah akal sehat dan gunakanlah nalar kita dalam beragama itu. Sehingga kita tidak jatuh pada gejala kondisi mabuk beragama. Namanya orang mabuk, tentu kehilangan nalar dan akal sehatnya. Seolah-olah apa yang dilakukanya dalam beragama, dan paham keagamaannya adalah paling benar. Di sinilah, pentingnya moderasi beragama.

Inilah yang terjadi pada sebagian oknum dalam memahami agama tapi tidak dibarengi ilmu, akal sehat, dan nalar yang baik, ketika berhadapan dengan adanya wabah pandemi ini. Melahirkan gagal paham dalam beragama. Akhirnya,  sekali lagi, memunculkan gejala kondisi mabuk beragama. Beragama yang rigid, intoleran dan radikal.

Ingat, prinsip dalam beragama, "dar-u al-mafasid muqadamun 'ala jalbi al-masalih".  Menghindari bahaya harus didahulukan (diutamakan) dari (sekadar) memperoleh maslahat (kebaikan).

Ketiga, pelajaran penting juga untuk kita, setelah pandemi ini, dan menyongsong kehidupan normal baru ke depan, bahwa kebersamaan, solidaritas sosial, dan kerja sama itu harus terus dan semakin digalang dan dibumikan dalam kenyataan, kehidupan kita sehari-hari.

"Wa ta'awanu 'ala al-birri wa al-taqwa wa laa ta'awanu 'ala al-itsmi wa al-'udwan." Maka pentingnya saling membantu dan bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Jangan sekali-kali saling membantu dan bekerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Begitu pesan profetik sosial keagamaan kita.

Ini khotbah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan hari raya Idul Fitri 1441 H. kali ini, semoga bermanfaat.

Teriring doa dan pengharapan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga kita semua diberi kesabaran, kesehatan dan kekuatan, baik lahir maupun batin, dijauhkan dari terpaparnya wabah pandemi Covid-19 ini, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Sekaligus, dalam kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan, "Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1441 H. Minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin."

Dilanjutkan dengan khotbah kedua. Kita melafalkan takbir 7 kali, hamdalah, syahadat, shalawat Nabi, pesan takwa dan diakhiri dengan doa. Demikian. Wallahu a'lam bi al-shawwab.

Muis Sunarya 
24 Mei 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun