Inilah yang terjadi pada sebagian oknum dalam memahami agama tapi tidak dibarengi ilmu, akal sehat, dan nalar yang baik, ketika berhadapan dengan adanya wabah pandemi ini. Melahirkan gagal paham dalam beragama. Akhirnya, sekali lagi, memunculkan gejala kondisi mabuk beragama. Beragama yang rigid, intoleran dan radikal.
Ingat, prinsip dalam beragama, "dar-u al-mafasid muqadamun 'ala jalbi al-masalih". Menghindari bahaya harus didahulukan (diutamakan) dari (sekadar) memperoleh maslahat (kebaikan).
Ketiga, pelajaran penting juga untuk kita, setelah pandemi ini, dan menyongsong kehidupan normal baru ke depan, bahwa kebersamaan, solidaritas sosial, dan kerja sama itu harus terus dan semakin digalang dan dibumikan dalam kenyataan, kehidupan kita sehari-hari.
"Wa ta'awanu 'ala al-birri wa al-taqwa wa laa ta'awanu 'ala al-itsmi wa al-'udwan." Maka pentingnya saling membantu dan bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Jangan sekali-kali saling membantu dan bekerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Begitu pesan profetik sosial keagamaan kita.
Ini khotbah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan hari raya Idul Fitri 1441 H. kali ini, semoga bermanfaat.
Teriring doa dan pengharapan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga kita semua diberi kesabaran, kesehatan dan kekuatan, baik lahir maupun batin, dijauhkan dari terpaparnya wabah pandemi Covid-19 ini, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Sekaligus, dalam kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan, "Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1441 H. Minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin."
Dilanjutkan dengan khotbah kedua. Kita melafalkan takbir 7 kali, hamdalah, syahadat, shalawat Nabi, pesan takwa dan diakhiri dengan doa. Demikian. Wallahu a'lam bi al-shawwab.
Muis SunaryaÂ
24 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H