Saat matahari tenggelam di ufuk barat, samar terhijab awan petang tadi. Seiring perlahan gelap menyeruak, meninggalkan siang, dan menyambut datangnya malam.
Saat bersamaan Sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama Jumat petang ini pun (22/05/2020), memutuskan bahwa Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada hari Minggu, 24 Mei 2020.
Keputusan Sidang Isbat ini berdasarkan fakta dari hasil rukyatul hilal (pemantauan hilal) pada kurang lebih 80 titik lokasi di seluruh daerah tanah air menyatakan tidak ada referensi atas penampakan hilal.
Jika demikian, maka, otomatis harus menggenapkan (istikmal) bilangan hari pada bulan Ramadan kali ini menjafi 30 hari. Konsekuensinya bahwa hari terakhir bagi umat Islam wajib berpuasa Ramadan adalah sampai besok hari, Sabtu (23/05/2020).
Pertanyaannya, kenapa anak bulan atau hilal belum bisa dilihat secara kasat mata (menggunakan mata telanjang lewat bantuan teleskop atau teropong bintang) petang hari ini? Atau, dengan pertanyaan lain, ibaratnya, kenapa anak bulan atau hilal belum lahir juga sampai petang ini, padahal sangat ditunggu-tungu kelahirannya?
Begini kurang lebih penjelasannya. Menurut pakar astronomi dari Tim Falakiyah Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya, seperti dilansir Kompas.com, mengatakan, tidak ada penampakan hilal awal Syawal 1441 Hijriah di seluruh wilayah Indonesia pada hari ini, Jumat (22/5/2020).
Berdasarkan data di Pelabuhan Ratu, posisi hilal awal Syawal 1441 Hijriah atau 29 Ramadan yang bertepatan dengan 22 Mei 2020, secara astronomis tinggi hilal yaitu minus 4,00 derajat.
Jarak busur bulan dari matahari adalag 5,36 derajat, dan umur hilal minus 6 jam 55 menit 23 detik.
Sementara itu, kata Cecep, dasar kriteria imkanurrukyat (kemungkinan penampakan hilal) yang disepakati Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) adalah minimal tinggi hilal dua derajat, elongasi minimal 3 derajat, dan umur bulan minimal delapan jam setelah terjadi ijtima.
Artinya, bahwa bagaimana mungkin anak bulan atau hilal itu lahir jika belum tepat waktunya setelah terjadi "pembuahan" dari "persetubuhan" (ijtima, ngumpul) antara matahari dan bulan dalam satu garis lurus. Dan itu minimal delapan jam umur anak bulan baru bisa lahir.
Logikanya, anak bulan atau hilal belum akan lahir petang tadi. Sebab berdasarkan ilmu hisab (hitungan), ijtima ( "persetubuhan" atau ngumpulnya bulan dan matahari dalam satu garis lurus) baru akan terjadi nanti tengah malam pukul 00.40 WIB.
Dengan demikian, bagaimana mungkin anak bulan itu lahir, sememtara ngumpul atau "bersetubuh" saja belum.
Oleh karena ketinggian hilal di bawah dua derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia.
"Dari referensi yang ada, maka tidak ada referensi apa pun bahwa hilal Syawal 1441 Hijriah pada Jumat ini teramati di seluruh Indonesia,” ujar Cecep.
Jadi jelas secara sains (ilmu pengetahuan) yaitu melalui ilmu astronomi, penampakan anak bulan atau hilal bisa diketahui atau diprediksi sebelumnya. Makanya, jauh-jauh hari, melalui metode hisab (hitungan kalender), Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H. jatuh pada hari Minggu tanggal 24 Mei 2020, seperti yang sudah diumumkan oleh ormas Islam Muhammadiyah.
Baca juga: Inilah yang Selalu Ditunggu Jelang Ramadan: Anak Bulan dan Sidang Isbat
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1441 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H