Belum lagi bagi penghulu KUA. Adalah dilema dan buah simalakama, karena penghulu KUA itu sesuai tugas pokoknya dan standar operasional prosedur (SOP), mesti menghadiri acara akad nikah, dan mencatat pernikahan secara legal, yang jauh-jauh hari sudah didaftarkan dan direncanakan sebelum virus corona itu datang, atau Indonesia positif corona.
Bagaimana mungkin, penghulu menolak, bisa-bisa dikomplain oleh calon pengantin. Mau tidak mau, penghulu harus manut untuk hadir dalam acara akad nikah.
Bagaimana mungkin, penghulu bisa menghindari dan menjaga jarak aman (physical distancing), dan kontak langsung dengan orang (publik).
Alih-alih menjaga jarak dan kontak langsung setidaknya satu meter dengan orang, justru yang terjadi harus dekat banget jaraknya dengan calon pengantin dan keluarga besarnya. Haruskah penghulu pakai masker saat memandu acara akad nikah? Aneh amat, jadi kayak pasukan ninja.
Atau menghindari keramaian dan kerumunan massa, jelas penghulu sulit untuk itu. Karena biasanya hampir banyak yang hadir saat akad nikah, minimal dua keluarga besar calon pengantin. Pengantarnya saja bermobil-mobil, bahkan ada yang pakai bus, dan berbus-bus pula.
Saat akad nikah yang menggunakan pengeras suara, atau pakai toa. Bagaimana mungkin penghulu bisa menghindari untuk tidak menggunakan mikrofon.
Dan adakah jaminan mikrofon yang biasanya berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain, dan dari satu mulut ke mulut yang lain itu, benar-benar higienis, bersih, dan bebas dari virus corona lewat droplet atau tetsan cairan dari percikan pernapasan? Masa penghulu harus bawa mikrofon sendiri?
Lantas berjabat tangan dengan calon pengantin dan keluarganya, bisakah atau etiskah penghulu menolak dan menghindar untuk itu?
Kalau Presiden Jokowi jelas enak dan tidak ada masalah. Ia bisa menjaga jarak fisik/jarak aman((physical distancing), dan kontak langsung dengan orang per orang atau publik.
Kemarin saja (16/03/2020), ia membagikan foto di semua akun media sosialnya yang memperlihatkan adegan telekonferensi acara rapat terbatas (ratas) dan rapat koordinasi dengan para menterinya. Penghulu mana bisa, Pak Presiden, please!
Penghulu KUA tentu tidak bisa seperti itu dalam pelayanan akad nikah. Akad nikah lewat telekonferensi, baik audio maupun visual (video) masih menjadi persoalan kontroversi.