Begini ceritanya. Saya itu tinggal di kampung. Artinya, bukan di kompleks perumahan. Pak RT saya itu aktif sekali kalau ada acara resepsi pernikahan warganya, baik yang ada di lingkungan satu RW, apalagi warganya yang satu RT. Bagus, sebenarnya.
Dan yang punya hajat, atau yang akan melangsungkan resepsi pernikahan juga memberi tugas pada Pak RT ini untuk menyebarkan undangan. Diberikanlah atau dititipkan saja segepok surat undangan itu ke tangan Pak RT. Terserah Pak RT, siapa saja warga yang akan diberi undangan. Pokoknya, semua warga diundang saja.
Sudah pasti, namanya Pak RT kenal semua warganya. Jadi semua warganya diundang. Dia main tulis saja sesuka dia. Dan tersebarlah surat undangan itu. Tahu-tahu sudah menumpuk saja surat undangan di rumah.
Saya tidak melihat siapa yang mengundang. Saya hanya melihat alamat dari yang mengundang saja.Â
Terus terang saya memang tidak kenal semua orang dalam lingkungan satu RT. Banyak sebabnya. Misalnya, tidak semua warga aktif bergaul atau bermasyarakat, pendatang baru, dan sebagainya.
Saya yang namanya diundang, berangkat saja. Datang, walaupun saya tidak kenal sama sekali siapa yang mengundang. Saya berpikir positif saja, bisa jadi saya tidak kenal, tapi bisa juga dia, yang punya hajat itu, kenal saya. Yang begini sering terjadi. Ya, saya memang termasuk aktif bergaul (bermasyarakat).
Di tempat resepsi apa yang terjadi? Baik saya yang kodangan maupun yang mengundang sama-sama tidak kenal sama sekali. Tapi karena memang dari awal niatnya kondangan, ya tetap kondangan. Mengucapkan kata selamat dan doa kebahagiaan untuk pengantin baru. Walaupun sambil celingak-celinguk. Dan merasa asing.
Lain waktu, karena saking banyaknya yang hajatan atau undangan resepsi pernikahan, tempatnya berdekatan pula, dan hanya beda gang.Â
Tanpa lihat-lihat lagi kertas (sebagai informasi, petunjuk, atau tanda pengenal, biasanya dilaminating) yang tertera nama pengundang yang biasanya digantung di janur, saya menyelonong saja ke tempat resepsi.Â
Tepat di meja penerima tamu atau pagar ayu, saya tanya, "Betul ini yang punya hajat namanya Pak Anu (pasti bukan nama sebenarnya)?"Â
Sontak penerima tamu atau pagar ayu itu menjawab, "Oh, bukan Pak, ini yang punya hajat, Bu Ani (ini pun jelas bukan nama sebenarnya), kalau Pak Anu, di gang satunya lagi, sebelah sana, Pak!" Sambil telunjuknya mengarah ke alamat yang mestinya saya kondangan.Â