Belum lagi menyangkut alokasi dana pelaksanaan bimbingan perkawinan ini. Berarti perlu penambahan dalam penyerapan anggaran negara. Selama ini saja, dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan yang melulu menjadi kendala adalah soal klasik yang berkaitan dengan alokasi dana.
Sebagai informasi bahwa alokasi dana untuk bimbingan perkawinan yang dilaksanakan di KUA selama ini diambil dari dana APBN yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) nikah dan rujuk.
Tidak aneh kalau ada yang bilang, repot banget mau menikah saja. Calon mempelai bisa-bisa stres duluan. Jangan sampai gara-gara kebijakan ini, calon mempelai gagal menikah, karena tidak lulus dan diklaim belum atau tidak layak untuk menikah.
Padahal selama ini calon mempelai belum lagi direpotkan tetek bengek urusan yang berkaitan dengan resepsi pernikahan.
Dari soal memesan tempat (gedung) resepsi, catering, busana pengantin, fotografi, rias pengantin, pelaminan, dekorasi, dan seterusnya, yang juga perlu dipikirkan, terutama karena soal dana atau biaya yang harus disiapkan.
Pertanyaannya, bagaimana proses dan teknis pelaksanaannya kalau bimbingan perkawinan dilaksanakan selama tiga bulan? Dari segi waktu, apa itu tidak semakin merepotkan dan mempersulit calon mempelai?
Bagaimana mengukur calon mempelai layak dan tidaknya menikah dengan hanya mengikuti bimbingan perkawinan atau pranikah sehingga mendapat sertifikat?
Apakah bimbingan perkawinan yang selama ini dilaksanakan berpengaruh efektif dalam mencegah dan mengurangi angka perceraian, sementara trennya semakin meningkat setiap tahunnya? Ini tampaknya perlu penelitian untuk mengukur berhasil tidaknya bimbingan perkawinan.
Bukankah dalam bahasa agama (Islam) ada prinsip yang mengajarkan bahwa pelayanan publik itu mestinya, "Mudahkan, jangan dipersulit!" (Yassir wala tu'assir)? Jangan sampai terjadi lagi prinsip yang sudah usang, "Kalau masih bisa dipersulit, kenapa tidak?"
Sebagai catatan kaki, bahwa kebijakan bimbingan perkawinan dan sertifikat layak nikah/kawin menjadi syarat yang wajib dipenuhi oleh calon mempelai adalah kebijakan yang baik dan perlu mendapat apresiasi.Â
Tentu karena tujuannya juga adalah baik. Diharapkan berhasil guna, efektif dan signifikan dalam membentuk keluarga bahagia, keluarga sakinah.