Kedua, Kementerian Agama harus dipimpin oleh seorang yang netral, profesional, jauh dari sikap dan perilaku vested interest dengan partai politik. Jangan sampai ada menteri yang merasa berhutang budi dan balas jasa dengan yang merekomendasikan atau partai politik di mana ia bernaung.
Untuk itu, dengan mengandaikan Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama yang sekarang, karena satu dan lain hal menyebabkannya tidak diangkat kembali oleh Jokowi, maka menerka sosok berikut ini adalah pantas dan cocok untuk menjadi Menteri Agama lima tahun ke depan.
Prof. Dr. Nasaruddin Umar
Mantan Wakil Menteri Agama di zaman pemerintahan SBY ini memulai kiprahnya di dunia kampus, sebagai dosen dan Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta.
Sejak awal ia meniti karir (termasuk orang dalam) di Kementerian Agama. Pernah menjabat Direktur Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam. Kemudian, sempat menjadi Wakil Menteri Agama saat pemerintahan SBY.
Sekarang ini Prof. Nasarudin Umar adalah Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta. Ia adalah salah satu cendikiawan muslim yang keilmuan dan pemikirannya sangat menonjol terutama di bidang tafsir-hadis, tasawuf dan pemikiran Islam (studi Islam).
Ia juga dikenal low profile, rendah hati (tawadhu'), ramah, berwawasan Islam yang moderat, orang NU pula, dan yang pasti bukan orang partai politik.
Dari sekilas profil Prof. Nasaruddin Umar tersebut, tampaknya ia sangat berpengalaman dan mengenal dengan baik seluk-beluk Kementerian agama, memiliki kompetensi, kapabilitas dan kredibilitas yang tidak diragukan untuk menjabat Menteri Agama mendatang.
Prof. Dr. Nadirsyah Hosen
Sosok Gus Nadir (sapaan akrabnya) sangat populer dan familier bagi warganet dan publik, terutama jamaah twitteriyah. Ia adalah salah satu tokoh dan cendekiawan muslim yang mengusung Islam Nusantara dan Islam yang ramatan lil 'alamin.
Ia menganggap bahwa radikalisme dan paham khilafah adalah sangat berbahaya dan musuh bersama yang harus dilawan. Maka, lahirlah bukunya yang best seller itu, Islam Yes, Khilafah No Jilid 1 dan 2 sebagai bukti perlawanan dan penolakannya atas paham khilafah dan radikalisme itu.
