Mohon tunggu...
Muin Tambelan
Muin Tambelan Mohon Tunggu... -

Suara burung sangat asik untuk didengar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjung Pinang, Kota "Sydney" Indonesia

7 Agustus 2017   09:05 Diperbarui: 13 September 2017   05:38 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung “Opera” Gonggong (Sumber: Humas Pemda Kota Tanjung Pinang, 2017)

Ketika membaca surat kabar "The Strait Times," saya terkesima dengan artikel yang berjudul "everyone can live, work and enjoy." Ternyata tentang kota Tanjung Pinang, ibukota propinsi Kepri yang sudah sejajar dengan kota kota dunia seperti Sydney (Australia), Kopenhagen (Denmark) dan Amsterdam (Belanda).

Saya dan istripun tertarik untuk singgah sehari. Dari Singapura, kami membeli tiket ferry langsung menuju pelabuhan Tanjung Pinang. Keluar dari ferry, antre di counter imigrasi. Setelah itu, menuju ke terminal transportasi lokal: banyak sekali pilihan transportasi. Kami memilih LRT (Light Rail Train) menuju ke "Botanical Garden" dan "Mini Zoo." Sepanjang jalan terlihat kota Tanjungpinang yang bersih, dan lalu lintas yang tertib (anti macet).

Terlihat pula taman taman kota yang hijau. Di sebelah taman ada lapangan olahraga volleyball dan sepak bola ukuran sedang. Terlihat pula "foodcourt" antara sudut taman dan lapangan olahraga. Tua, muda, remaja dan anak anak berwajah ceria: ada yang sedang bermain, ada pula yang sedang menikmati secangkir kopi sambil ngobrol akrab.

Di gerbang Botanical garden" dan "Mini Zoo," ada brosur tentang asal hewan dan tumbuhan. Semuanya mewakili kecamatan dan pulau pulau yang ada di propinsi Kepri. Mengejutkan, ternyata ada 350 spesies flora dan fauna langka yang berasal dari Pulau Pejantan, Tambelan. Hasil deskripsi dari "the institute of critical zoologists," Jepang bahwa 350 spesies itu bukan hanya langka, tetapi tidak bisa ditemui di belahan dunia manapun: hanya endemik di Pejantan, Tambelan, Kepri.

Setelah puas memotret sana sini, istri saya singgah di counter oleh oleh. Dia membeli miniatur burung dara berekor panjang yang langka dari Pulau Pejantan, Tambelan. Miniatur itu hasil kerajinan tangan anak muda Kepri. Kelihatan seperti burung asli. Istri saya membeli 5: satu untuk dipajang di rumah, sisanya untuk oleh oleh teman kerja.

Jalan Bawah Tanah

Kami kembali naik LRT menuju ke Laman Boenda, lokasi Gedung "Opera" Gonggong, icon kota Tanjung Pinang. Di depan "Tugu Pensil," LRT berhenti, kami dipersilakan jalan bawah tanah. Mirip di Fokuoka, Jepang, suasana bawah tanah dingin ber-AC dan tentu saja terang benderang. Ada pula fasilitas "moving walkway," untuk yang malas jalan kaki.

Kiri kanan jalan berbaris pertokoan. Di sisi kiri, setiap 20 toko ada "section" tembok transparan terbuat dari kaca. Ukurannya persegi panjang: tinggi 4 meter dan panjang 16 meter. Dari balik kaca, seperti di kota Amsterdam, Belanda, kita bisa melihat laut dan dasarnya. Ikanpun terlihat berenang ke sana ke mari.

Kemudian ada pula aquarium section yang menyimpan ratusan jenis ikan ikan laut dari berbagai pulau di Kepri. Seperti di Kopenhagen, Denmark, ada ikan "listrik." Saya mencoba menyentuh kaca, secara tiba tiba ikan tersebut mengeluarkan aliran listrik. Di sisi kiri aquarium, ada alat pengukur berapa voltase listrik yang dihasilkan oleh ikan tersebut.

Di salah satu toko "duty and tax free shop," istri saya singgah. Dia membeli "binocular" dan "rayban." Dia terkejut, harganya jauh lebih murah seperti yang tertera di online catalog atau amazon.com. Terjadi percakapan berikut:

Istri:"apa ini asli?"

Penjual: "kami hanya franchise.... Kalau ibuk mau complain tentang produk, silahkan langsung ke pusat"  

Kemudian istri saya menggesek "credit card" miliknya dan melakukan tandatangan secara elektronik. Transaksi jual belipun selesai. Beberapa langkah, kami sudah sampai di ujung jalan bawah tanah. Naik ke atas pakai lift, pintu lift terbuka tepat di belakang icon Tanjung Pinang.

Restoran Terapung

Di sisi kiri Gedung "opera" Gonggong, ada semacam pasar seni. Kami melihat lihat lukisan hasil karya pelukis tempatan. Ada pelukis karikatur 15 menit jadi, Rp150 ribu. Istri minta agar dibuat karikatur wajahnya. "jangan wajah dan badan," istri saya wanti wanti kepada karikaturis.

Tak sabar menunggu, saya berjalan ke sudut kuliner lokal. Membeli cemilan lempok durian dan kerupuk emping. Setelah lukisan karikatur wajah selesai, kami menuju ke arah laut. Di situ ada jembatan ke restoran apung.  Saya memesan "Caf au lait," sedangkan istri memilih "Caff macchiato." Sambil menikmati sunset, istri "berceloteh" tentang manfaat kaca mata Ray-Ban. Saya antara mendengar dan tidak, karena asik membaca cerpen karya Haruki Murakami yang berjudul "Town of Cats"

Ke mana mana, saya membawa "Nook," sebuah gadget yang bisa menyimpan lebih dari 1500 judul buku, novel dan cerpen. Sayapun bisa membaca seratus lebih koran koran dari berbagai penjuru dunia. Saya langganan beberapa koran dan majalah, sehingga bisa membaca edisi semenjak terbit pertama, dan bisa membaca semua halaman tanpa batas.

Tiba tiba istri berteriak:" wow...lihat....ada ikan lumba lumba di arah kiri pulau Penyengat." Gerombolan lumba lumba itu kemudian menuju ke arah restoran terapung di depan Gedung "opera" Gonggong. Ternyata kota Tanjung Pinang telah memperkerjakan ahli biologi laut untuk "menghidupkan" kembali lumba lumba yang pernah ada "melompat lombat" di depan laut Tanjung Pinang sekitar 50 tahun lalu.

Gedung "Opera" Gonggong

Icon kota Tanjung Pinang, layaknya opera Sidney yang fungsinya selain sebagai icon, juga sebagai pusat pertunjukan. Perbedaannya, Gedung Gonggong menjadi mediasi pagelaran tari, music dan drama Melayu. Pementasan dilakukan oleh baik kalangan seniman professional, amatir dan bahkan yang baru saja belajar seni. Siapa saja.

Ketika antri untuk beli tiket masuk untuk menonton pagelaran seni Melayu, saya lihat ada beberapa seniman yang saya kenal, diantaranya Husnizar Hood dan Teja Alhabd Sangkejora. Dalam hati:"apa orang ini mau berpantun atau bersilat atau malah kampanye?"

Tiba tiba saya dikejutkan oleh bunyi jam weker...... ternyata, hanya mimpi !!.....

Di Koran Tanjung Pinang Pos, ada berita berita tentang "ramainya" pilkada Walikota Tanjung Pinang. Apakah ada diantara calon yang bisa menyujudkan kota Tanjung Pinang seperti mimpi saya?.....wallahu'alam bissawab !!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun