Mohon tunggu...
Muhyi Irmawan
Muhyi Irmawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sederhana Saja

ikuti arus dimana air mengalir tapi jangan sampai tenggelam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mas Dhito Kok Suka Makan Tiwul

30 November 2021   16:27 Diperbarui: 30 November 2021   16:53 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Mas Dhito yang ternyata suka makan tiwul/dok Mas Dhito 

yang lebih menarik dari itu, sebenarnya jika diperhatikan dari kisah keduanya --- Mas Dhito dan Tiwul --- memiliki kesamaan historis. Ya, sama-sama menjadi solusi dalam kesulitan.

Mas Dhito juga menjawab pertanyaan masyarakat mengenai banyak hal yang puluhan tahun dikeluhkan dan tak terjawab oleh Masyarakat Kabupaten Kediri.


1. Babat habis Pungli. Yang akhir ini menjadi bahan pembicaraan warganet adalah mengenai ketegasan Mas Dhito dalam menanggapi isu jual beli jabatan yang kerap menjadi permasalahan sejak bertahun-tahun. Mas Dhito berani mengambil tindakan jika ada yang terbukti melanggar proses rekrutmen perangkat setingkat desa. Jelas, yang terbukti itu akan ditindaknya dengan tegas.


2. Pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk), bertahun-tahun masyarakat Kabupaten Kediri mengeluhkan sulitnya mengurus adminduk ini. Hingga pernah terjadi antrean hingga harus menunggu lebih dari 3 bulan bahkan satu tahun untuk mendapatkan KTP. Kini, masyarakat cukup mendaftar melalui android dengan jempolnya. Atau dapat di Kecamatan mengurus adminduk dengan programnya Sehari jadi: Sahaja lekat dan Sahaja online.


3. Digitalisasi diberbagai Dinas. Selain adminduk, Mas Dhito juga membuat aplikasi aduan bernama halomasbup. Dimana masyarakat dapat mengadukan segala persoalan mengenai Kabupaten Kediri melalui aplikasi tersebut. Ya, tak ada lagi sekat antara masyarakat dan Mas Dhito sebagai bupati.


4. Kita tunggu lagi apa gebrakannya.

Dan itulah solusi yang ditawarkan. Bukan kah dulu tiwul juga menjadi solusi ketika orang-orang kita tak mampu membeli beras dan beras sulit didapatkan. Hmm secara historis, memang keduanya menjadi solusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun