Mohon tunggu...
Muhammad Viki Riandi
Muhammad Viki Riandi Mohon Tunggu... Penulis - Founder Komunitas Sayang Jiwa dan Otak | Founder Lingkar Yatim Khatulistiwa

Seorang hamba yang sangat bergantung pada Rabb-nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Teologi Sosial dan Kepemimpinan Islam: Memaknai Jabatan Sebagai Amanah, bukan Privilage

1 Februari 2025   22:28 Diperbarui: 1 Februari 2025   22:36 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Dokumentasi pribadi, diambil saat penulis mengisi materi dalam agenda Baitul Arqam Dasar PDPM Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. )

(HR. Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya').

Dengan demikian, seorang pemimpin dalam Islam harus menanggalkan egoisme, dan kepentingan pribadi demi kesejahteraan umat. Kepemimpinan bukan tempat untuk mencari keuntungan, melainkan sarana untuk mengabdi dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Keteladanan Para Pemimpin Islam yang Berhasil

Sejarah Islam mencatat banyak pemimpin besar yang tidak hanya memiliki kekuasaan, tetapi juga menjadikan kedudukan mereka sebagai sarana untuk menebarkan kemuliaan. Rasulullah Shalaullahu alaihi wa sallamah adalah contoh utama seorang pemimpin yang tidak pernah menjadikan jabatannya sebagai alat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Beliau tetap hidup dalam kesederhanaan, selalu memikirkan kesejahteraan umat, dan tidak pernah menggunakan kekuasaannya untuk menumpuk kekayaan. Dalam berbagai kesempatan, Rasulullah menunjukkan bagaimana kepemimpinan sejati harus didasarkan pada kasih sayang, keadilan, dan pelayanan tanpa pamrih kepada masyarakat.

Di masa pemerintahan Umar bin Khattab , keadilan menjadi prinsip utama yang diterapkan tanpa pandang bulu. Ia dikenal sering berkeliling pada malam hari untuk memastikan rakyatnya hidup dengan layak, bahkan pernah menanggung beban kesulitan rakyatnya dengan menahan diri dari menikmati makanan enak di tengah paceklik. Ketegasannya dalam menegakkan hukum dan keadilannya yang tidak bisa dibeli oleh kekuasaan menjadikannya sosok pemimpin yang disegani dan dihormati oleh kawan maupun lawan.

Keteladanan lain datang dari Salahuddin Al-Ayyubi, seorang pemimpin militer yang berhasil membebaskan Yerusalem dari Tentara Salib. Namun, kemenangan itu tidak diwarnai dengan balas dendam, melainkan dengan kebesaran hati. Ia menjamin keselamatan warga non-Muslim dan memberikan hak-hak mereka dengan adil, membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan.

Utsman bin Affan juga menjadi contoh pemimpin yang menjadikan kekayaannya sebagai sarana untuk kemaslahatan umat. Ia membeli sumur Raumah dan menyedekahkannya kepada masyarakat, memastikan kebutuhan air bagi orang-orang yang membutuhkan. Sikapnya yang dermawan dan kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyatnya menjadikan pemerintahannya dikenang sebagai salah satu masa keemasan dalam sejarah Islam.

" Sayangnya, banyak pemimpin saat ini yang jauh dari esensi kepemimpinan sejati. Jabatan sering kali dijadikan alat untuk memperkaya diri, mempertahankan kekuasaan, atau bahkan menekan rakyat kecil. Fenomena ini bukan hanya terjadi di dunia politik, tetapi juga dalam dunia bisnis, organisasi, dan bahkan dalam lingkungan akademik."

Menyiapkan Diri sebagai Pemimpin yang Ideal

Untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya sukses tetapi juga membawa keberkahan, generasi muda harus menyiapkan diri dengan:

  • Memahami Konsep Amanah
    Jabatan bukan sekadar kehormatan, tetapi tanggung jawab besar. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kebijakannya di hadapan Allah.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun