Mohon tunggu...
Muhammad Viki Riandi
Muhammad Viki Riandi Mohon Tunggu... Penulis - Founder Komunitas Sayang Jiwa dan Otak | Founder Lingkar Yatim Khatulistiwa

Seorang hamba yang sangat bergantung pada Rabb-nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gus Miftah dan 'Pedagang Goblok': Saatnya Belajar Hikmah Lisan dari Imam Al-Ghazali

4 Desember 2024   02:52 Diperbarui: 4 Desember 2024   03:14 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: X/Warung Sastra (@warungsastra) 

Pontianak, Rabu 4 Desember 2024.  Belakangan ini, pernyataan Gus Miftah yang menyebut salah seorang pedagang sebagai "goblok" menjadi sorotan publik. Sebagai seorang yang aktif dalam dunia dakwah, saya merasa perlu menyampaikan pandangan sekaligus keprihatinan terkait fenomena ini. Bukan karena saya merasa lebih tahu, tetapi karena ada tanggung jawab moral dalam menjaga lisan, dan dakwah yang seharusnya membawa rahmat, bukan menciptakan luka.

Saya mengakui peran besar Gus Miftah dalam menjangkau berbagai lapisan masyarakat, khususnya komunitas yang sering kali sulit ditembus oleh dai lain. Namun, semakin besar pengaruh seorang dai, semakin besar pula amanah untuk menjaga tutur kata.

   Lisan Adalah Amanah

Dalam Islam, lisan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta'ala berfirman:
"Tidak ada suatu kata yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."


(QS. Qaf: 18)

Lisan memiliki kekuatan besar: dengan lisan, kita dapat menginspirasi, dan menyatukan, namun dengan lisan pula, kita bisa melukai ,dan memecah belah. Ketika seorang dai menyebut pedagang dengan kata "goblok," apakah itu akan memperbaiki keadaan? Ataukah justru membuat mereka tersinggung, dan menjauh dari dakwah?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik ,atau diam."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Nasihat Rasulullah ini mengajarkan bahwa jika kita tidak bisa berkata yang baik, lebih baik kita diam. Ucapan kasar mungkin akan menarik perhatian, tetapi apakah perhatian itu membawa kebaikan atau justru memicu perpecahan ?.

   Teguran yang Menginspirasi, Bukan Melukai

Ada kalanya, seorang dai perlu menyampaikan teguran. Namun, cara menyampaikan teguran tersebut sangat menentukan apakah pesan akan diterima atau ditolak. Mari kita belajar dari Rasulullah yang menghadapi caci maki dan hinaan dengan penuh kelembutan.

Dalam salah satu kisah, seorang Yahudi datang menghina Rasulullah. Alih-alih membalas dengan kasar, Rasulullah justru mendoakan kebaikan untuknya. Akhirnya, Yahudi tersebut luluh, dan masuk Islam.

Kisah ini menjadi teladan bahwa kelembutan lebih efektif dalam menyentuh hati dibandingkan dengan kekerasan.

   Pelajaran dari Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali, dalam Ihya' Ulumuddin, memberikan nasihat yang relevan bagi para dai:

"Lisan adalah alat utama seorang dai, namun ia juga bisa menjadi senjata yang paling berbahaya jika tidak digunakan dengan hikmah."

Menurut Al-Ghazali, seorang dai harus bijak dalam menggunakan lisan. Keseimbangan antara kelembutan, dan ketegasan sangat penting agar dakwah bisa mencapai hati umat. Jika seorang dai hanya mengandalkan ketegasan tanpa kelembutan, maka ia akan kehilangan simpati. Sebaliknya, jika ia hanya mengandalkan kelembutan tanpa ketegasan, dakwahnya akan dianggap lemah.

Berbicara untuk Mengangkat Derajat, atau Menjerumuskan ?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengingatkan tentang dampak besar dari setiap kata yang diucapkan:

"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang diridhai Allah, yang tidak ia perhatikan, namun dengannya Allah mengangkat derajatnya. Dan sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang dimurkai Allah, yang tidak ia perhatikan, namun dengannya ia terjerumus ke dalam neraka."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa setiap kata memiliki konsekuensi. Kata-kata yang baik dapat menjadi sebab diangkatnya derajat di sisi Allah, sementara kata-kata buruk dapat menjerumuskan ke dalam neraka.

   Refleksi untuk Para Dai

Tulisan ini bukanlah bentuk kritik kepada Gus Miftah secara pribadi, melainkan refleksi untuk kita semua, khususnya para dai atau siapa saja yang menyibukkan dirinya di dunia dakwah. Saya percaya bahwa dengan pengaruh besar yang dimiliki Gus Miftah, dakwah beliau bisa menjadi lebih efektif jika disampaikan dengan kata-kata yang penuh kelembutan, dan hikmah.

Sebagaimana yang dikatakan Imam Al-Ghazali:

"Sikap yang bijak adalah memadukan antara kelembutan dan ketegasan, karena dengan keduanya, dakwah akan mencapai hati manusia."

Mari kita jadikan lisan sebagai alat untuk menyebarkan kebaikan, bukan kebencian. Setiap kata yang kita ucapkan adalah amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya, karena setiap kata memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan, menguatkan, atau melemahkan. Lisan kita bisa menjadi sumber cahaya bagi orang lain, atau sebaliknya, menjadi sumber kegelapan yang menyakitkan.

Ingatlah bahwa setiap manusia membawa cerita, dan perjuangannya masing-masing. Tidak semua yang terlihat kuat benar-benar tidak rapuh, dan tidak semua yang diam berarti tidak terluka. Maka, berbicaralah dengan kelembutan sebagaimana Rasulullah mengajarkan: "Lemparkanlah kebaikan, meskipun hanya berupa senyuman." Bahkan dalam hal yang sederhana, Allah mencatatnya sebagai amal kebaikan yang berharga.

Jika kita merasa perlu menegur, lakukanlah dengan kasih sayang. Jika kita ingin menyampaikan kebenaran, pilihlah cara yang mendekatkan hati, bukan yang menjauhkan. Sebab, dakwah sejatinya bukan tentang siapa yang paling benar, melainkan siapa yang paling mampu menghadirkan cinta Allah dalam kehidupan manusia.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa membimbing kita semua dalam menyampaikan dakwah yang penuh dengan hikmah, dan rahmat. Semoga lisan kita menjadi jalan bagi hidayah, bukan penghalang bagi kebaikan. Dan semoga setiap kata yang kita ucapkan menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kita dan orang lain kepada Allah Yang Maha Penyayang.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun